tag:blogger.com,1999:blog-25686226895422087022024-03-08T16:25:10.752-08:00KESULTANAN AGPASSELAMAT DATANG DIBLOG SAYA YANG MISKIN INIAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.comBlogger64125tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-24903884258166729612012-03-03T19:08:00.002-08:002012-03-03T19:08:57.763-08:00063.RELIGIUS BUNG KARNOBUNG Karno kira-kira berkata begini, “Tubuh bisa ditiadakan, tetapi roh tidak”. Bung Karno telah tiada, tapi rohnya, bahasa dan spiritnya masih hidup, tidak bisa ditiadakan, bahkan tidak bisa dibiarkan berlalu tanpa tarikan empati, lebih-lebih masa sekarang. Di tengah krisis serba muka seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, roh Soekarno hidup kembali, seolah-olah berkata: “Katakanlah sekarang tentang apa yang telah saya katakan waktu dahulu”. Yang kita butuhkan sekarang adalah “kata” atau wacana, yang membawa proses penyadaran, pencerahan, dan membuat kita berpikir,berimajinasi.<br />
Kiranya tak berlebihan apabila saya sebutkan bahwa Bambang Noorsena dengan tulisannya tentang Religi & Religiusitas Bung Karno (Institute for Syriac Christian Studies, Malang, Jawa Timur, 2000) telah menunjukkan kepekaannya untuk merespons ajakan untuk berkata-kata tentang roh yang hidup itu. Bambang Noorsena (BN) sebagai anak bangsa yang sadar tentang hari kemarin, tampak sadar pula bahwa sebuah keharusan sejarah, apabila ia mau berpikir tentang masa depan, dan harus mau bicara dengan “orang tua” yang telah turut melahirkan bangsanya. Bicara tentang atau dengan Bung Karno sebagai roh yang hidup, tak bisa tidak, kita akan bertemu dengan ratusan riwayat yang telah ditulis, baik oleh orang asing maupun oleh penulis dalam negeri.<br />
Percakapan BN dengan Bung Karno dalam buku ini banyak didasarkan atas kajian yang dilakukan oleh para pengamat luar negeri, yang tak bisa disangkal banyak kali lebih jeli ketimbang penulis dalam negeri. Tetapi, dengan buku ini BN menunjukkan dengan terang bahwa sekalipun ia banyak memakai kajian-kajian dari para ahli di luar negeri, namun ia tetap ingin menemui Soekarno “dari dalam”, khususnya dari kepentingan yang didorong oleh kebutuhan masyarakat untuk mencari perspektif demi melihat hubungan antar-etnis dan antar-agama secara baru di negeri ini.<br />
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 1999, sebagaimana dikutip oleh BN, berkata, “Kita tengah didera oleh perbedaan faham yang sangat besar. Dan longgarnya ikatan-ikatan kita sebagai bangsa. Apa yang oleh Bung Karno diajarkan, … kita mempunyai alasan untuk menjadi satu bangsa…”. Dalam kutipan ini kita memperoleh titik tolak yang sungguh kena untuk berbicara tentang pikiran-pikiran utama Bung Karno tentang religi dan religiusitas. Adapun alasan utama yang tampak menggejala di masyarakat adalah bahwa perbedaan fahamyang besar itu juga terdapat dalam kehidupan beragama. Kenyataanini pula turut menyebabkan longgarnya ikatan kita sebagai bangsa.Apa yang dilakukan oleh BN bukan sekadar mengedepankan apayang dikatakan oleh Bung Karno, tetapi berusaha memakai umpan baru untuk memancing pemikiran Bung Karno tentang berbagai hal yang merisaukan dalam konteks kehidupan masyarakat sekarang. BN melakukan “penggeseran-penggeseran” tertentu atas gagasangagasan Bung Karno, dan menamainya dengan term baru yang lebih kontemporer. Posisi spiritual Bung Karno dilapisi dengan kata-kata baru agar lebih tinggi supaya tampak oleh banyak orang. Ungkapanungkapan seperti passing over, etika global, holistic spirituality, panentheisme, sakramentalis, teologi kerukunan, dialog, dan lain-lain merupakan upaya untuk memperoleh roh yang hidup dari Bung Karno. Pemahaman yang dilakukan oleh BN memang dimungkinkan oleh posisi Bung Karno sendiri yang terbuka, dan seolah-olah berstatus selaku bahan yang belum “jadi”, serta tersedia bagi para pemikir kreatif generasi sesudahnya. Gagasan Bung Karno laksana bahan bangunan yang tersedia bagi para arsitek untuk membentuknya menjadi bangunan yang diingininya, baik fungsinyamaupun keindahannya.<br />
***<br />
Pada tataran pemikiran keagamaan yang begitu luas, kaya dan bermacam ragam, pilihan-pilihan untuk memahami religi dan religiusitas Bung Karno terbentang lebar. Lebih-lebih lagi bila pikiranpikiran Bung Karno didekati dari sisi spiritualitas. Akan segera tampak bahwa kehidupan spiritual Bung Karno dari sejak masih muda tidak hanya diilhami oleh agama-agama semitik yang dikenal sebagai Abrahamic faiths yang berciri monoteis, misioner, doktriner, eaksional, dan bercorak politis. Ternyata, religiusitas Soekarno juga dibentuk oleh pertemuannya dengan “agama-agama Timur” yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan agama-agama turunan Ibrahim atau Abraham, khususnya yang telah diperkembangkan di dunia Barat.<br />
Latar belakang Kejawen, Hindu dan Buddhisme amat kuat mendasari spiritualitas Soekarno sehingga ia jauh dari sifat “ortodoksdogmatis” dalam pemikiran keagamaannya, dan tidak bercorak formal santri dalam keislamannya. Soe-karno menyenangi bentuk sufisme yang bebas, agama yang diperlukan sebagai “bahasa kasih sayang”, bahkan agama yang penuh pasi (passion). Sekalipun kita tahu bahwa kontroversi tentang hal itu juga masih terbuka untuk dijadikan diskursus yang kritis. Setidak-tidaknya posisi keagamaan Soekarno berbeda misalnya dengan Haji Agus Salim, A Hassan, dan Mohammad Natsir, yang dikenal sebagai pemikir-pemikir Islam yang bercorak ortodoks (rasional dan bercorak doktriner). Bernard Dahm dalam ke-”jerman”-annya bertindak terhadap Bung Karno seperti Karl May terhadap Winnetou. Menjadi jiwa yang menarik dan amat imajinatif; bukan hanya karena Dahm selama menulis tentang Soekarno belum pernah ke Indonesia, boro-boro ketemu dengan Bung Karno. Di bayangan Dahm Bung Karno total menjadi seorang tokoh dalam sebuah epos. Dari awal yang bersandar pada “local genius” yang amat diapresiasikan oleh Dahm, sampai kepada keyakinan Bung Karno yang tidak ada duanya, dan amat kategoris terhadap “nasionalisme, agama, dan marxisme”. Seolah-olah ketiganya merupakan doktrin trinitas dalam agama Kristen yang tak bakal ditinggalkan sampai kapan pun dunia akan berakhir.<br />
Bung Karno tidak mau menyerahkan apa yang sudah dimilikinya, bahwa ketiga hal tersebut merupakan kenyataan substansial dan sekaligus pilar bagi eksistensi Indonesia. Menurut Dahm, Bung Karno tak mau mundur selangkah untuk mempertahankan keyakinan tentang “ketiga yang esa” tersebut. Seolah-olah Bung Karno rela mati demi “iman” yang telah ditemukannya, yaitu keyakinannya kepada “nasionalisme”, sosialisme, dan agama”. Ideologinya, bersama dengan Pancasila baginya merupakan sesuatu yang “ultimate” untuk Indonesia yang bersama Hatta ia proklamasikan. Bagaimanapun dalam kaitan ini, keadilan bagi Soekarno harus ditegakkan kembali, sebagai bapak bangsa yang punya pendirian teguh dan memiliki keyakinan. Di tengah padang spiritualitas yang mahaluas, dengan fungsinya yang khusus untuk mendukung perjuangan kemerdekaan lewat nasionalisme, Soekarno bertahan dan tidak mau bergeser sedikit pun dari tempatnya. Bung Karno menempatkan agama selaku kekuatan “revolusioner” untuk mendukung nasionalisme Indonesia.<br />
Imajinasi Bung Karno tentang nasionalisme dan faham kebangsaan bukan sekadar olah intuisi dan imajinasi tanpa pijakan realitas. Peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan titik pusat dari keberhasilan menggalang nasionalisme sejak ia masih menjadi mahasiswa. Nasionalisme untuk melawan penjajahan, yang berupaya menemukan jati diri, “self-esteem”, dan kepribadian nasional.<br />
Di masa Perang Dingin, ketika blok Barat berhadapan frontal dengan blok Timur, agaknya tantangan yang dihadapi Soekarno melebihi takaran yang bisa ia tanggung. Muatan konflik yang tak terdamaikan antara kubu kapitalisme dan sosialisme di tingkat internasional agaknya terlalu besar untuk dituang dalam mangkuk konteks kehidupan politik Soekarno yang hanya sebatas nasionalisme Indonesia. Alhasil, muatan itu meluap tumpah ruah, serta menimbulkan gejolak di dalam negeri yang tak terbendung, serta menimbulkan korban besar di sekitar tahun 1965. Akan tetapi, di masa pasca-Perang Dingin sekarang ini telah tiba momentum untuk memikirkan kembali relevansi pemikiran-pemikiran penting Soekarno, khususnya dalam soal hubungan agama.<br />
Sekarang terbuka kemungkinan untuk mengurai pemikiran dari “local genius” pemikir politik Indonesia tanpa rasa minder. Kita tidak lagi menanggung beban psikologis, baik yang menggejala dalam bentuk xenophobia maupun dalam bentuk sikap ketergantungan kepada bangsa lain tanpa harga diri. Saatnya telah tiba untuk menggali<br />
kembali pikiran-pikiran dari para bapak dan ibu bangsa. Yang terasa menyegarkan dari tulisan Bambang Noorsena adalah karena ia tidak hanya berhenti pada polemik tentang karya besar Clifford Geertz dari bukunya The Religion of Java, tetapi juga melanjutkan runutannya jauh ke belakang, dan sampai kepada karya Empu Tantular Sutasoma. Karya ini merupakan sebuah tradisi pemikiran yang menjadi cikal-bakal dari khazanah kebudayaan Jawa yang melahirkan Soekarno. Dari sanalah lahir pemikiran tentang hubungan antara negara dan agama, dan sekaligus hubungan antaragama di masyarakat. Tantularisme, di masa yang penuh krisis dan gejolak sekarang ini memberikan inspirasi yang luar biasa kuat untuk membingkai kembali keterpecahbelahan bangsa menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Adapun konsep Soekarno tentang “panteisme-monoteisme” oleh BN digeser menjadi “panentheisme”. Satu merupakan ekspresi dari yang lain, dan manusia tak mungkin mengenal Tuhan tanpa alam semesta, termasuk di dalamnya dunia manusia. Ungkapan lain yang barangkali akan lebih bisa diterima oleh tradisi pemikiran agama di Indonesia, adalah “panin-teisme”. Di dalam istilah ini alam semesta dimasukkan ke dalam sebuah kepercayaan theisme. Dengan kata lain, alam semesta itu berada dalam naungan Tuhan, implikasinya adalah bahwa Tuhan adalah yang pertama dan utama, lebih besar dari alam semesta; dan oleh sebab itu meliputi dan menguasai alam semesta sehingga secara eksplisit bisa dikatakan bahwa alam semesta adalah ciptaan Tuhan, tetapi Tuhan, dalam bentuk tertentu yang bisa dikenal manusia berada di dalamnya. Alam semesta adalah “teks” yang melukiskan kebesaran Tuhan. Kehadiran-Nya di dalam alam semesta adalah tetap kehadiran yang harus dimaknai sebagai kehadiran sebagai pencipta. Konsep itu merupakan suatu wadah bagi kesadaran dan tanggung jawab akan alam, lingkungan, dan sesama manusia, dan sekaligus sebagai dasar bagi kesadaran akan pluralisme agama, dialog dan kerja sama antarpara pemeluk agama.<br />
Para pengamat dan para ahli dengan penuh empati memberikan persetujuan terhadap berbagai gagasan Soekarno, tetapi baru sedikit yang benar-benar memberikan kajian yang cukup mendalam terhadap berbagai implikasi pemikiran Soekarno tentang religi yang ditawarkannya. Pada masa sekarang ini ketika religi dan seluruh bangsa dan negara Indonesia berada dalam krisis multidimensional, muncul sebuah kebutuhan baru untuk menggali kembali pikiranpikiran para founding fathers untuk memperdalam dan memperluas persepsi tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Upaya-upaya serius digelar untuk memulai wacana baru dengan pijakan pemikiran yang telah ada dalam khazanah sejarah Indonesia.<br />
Bambang Noorsena telah berusaha memulai tugas penggalian terhadap salah satu founding fathers yang terpenting yaitu Soekarno. Dengan suatu pendekatan “dari dalam”, dalam arti dengan penuh empati menelaah pemikiran Soekarno dan sekaligus berusaha untuk memanfaatkannya sebagai cermin untuk memahami dan mencari jalan keluar terhadap kemelut hubungan antar-etnis dan khususnya antar-agama di negeri ini, beberapa tahun terakhir ini. Menurut saya, Bambang Noorsena berhasil memetik beberapa puncak pemikiran Soekarno tentang religi dan religiusitas guna menjembatani konflik yang sekarang ini sedang terjadi. Dengan melacak jauh ke belakang kepada pemikiran-pemikiran Empu Tantular, “Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrowa”, kita telah menemukan kearifan baru dari masa lampau yang lahir dari pengalaman dan refleksi lokal. Tatapan terhadap “Tantularisme” tersebut telah memberikan suatu basis “universal” bagi agamaagama, khususnya agama-agama dalam tradisi Abrahamik (Yahudi, Kristen, dan Islam) untuk bercermin dalam suasana kehidupan yang penuh respek, toleransi, dialog, dan kerja sama demi mewujudkan masyarakat yang diingini bersama. Dengan konsep “panteismemonoteisme” yang dirumuskan oleh Soekarno sendiri, agama-agama dibuka untuk menghargai alam, baik alam maupun kehidupan manusia.<br />
Keunggulan spiritualitas Bung Karno saya kira terletak pada kenyataan bahwa ia menyadari keterbatasan dari bentuk-bentuk ekspresi keagamaan yang menggejala (manifest) di masyarakat. Kelonggaran ini memberi peluang bagi para penganut agama yang berbeda untuk saling menghargai keunikan masing-masing keyakinan, serta membuka kemungkinan untuk saling memperkaya satu dengan yang lain, dan terutama untuk saling membuka kemungkinan untuk bekerja sama di masyarakat guna memecahkan soal-soal kemanusiaan bersama. Dalam buku BN, Soekarno muncul kembali sebagai “batu penjuru” yang bisa mengukur lurusnya bangunan sebuah bangsa.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/tonys-files-901.jpg?w=460&h=691" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="691" width="460" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/tonys-files-901.jpg?w=460&h=691" /></a></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-620834032910400352012-03-03T19:01:00.003-08:002012-03-03T19:04:29.989-08:00062.REDUPYA CAHAYA PUTERA SANG FAJARRedupnya Cahaya Putera Sang Fajar<br />
Jatuhnya Soekarno dari presiden merupakan peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah. Dimulai dengan Supersemar yang memberi “mandat” kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan politik yang saat itu sangat kacau, sampai ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno.<br />
Khusus mengenai Surat Perintah Sebelas Maret, menurut sebuah sumber, itu merupakan mandat atau perintah untuk menyelamatkan revolusi. Dan bukan pelimpahan kekuasaan, melainkan pelimpahan tugas. Menurut sumber itu pula, sebagai orang yang diperintahkan pemegang supersemar berkewajiban melaporkan kepada Soekarno apa yang dikerjakannya sesuai perintah itu.<br />
Berikut ini adalah kronologis kejatuhan Soekarno yang dikutip dari berbagai sumber, dan sebagian besar, dikutip dari buku “Proses Pelaksanaan Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara Republik Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di Depan Sidang Umum Ke-IV MPRS Pada Tanggal 22 Djuni 1966 Yang Berdjudul Nawaksara,” dimulai dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).<br />
Tanggal 11 Maret 1966<br />
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Revolusi/ Mandataris MPRS, mengeluarkan Supersemar, yang isinya antara lain: “Memutuskan dan memerintahkan: Kepada Letnan Jenderal Soeharto, Menteri Panglima Angkatan Darat untuk atas nama Presiden/Panglima Tertinggi Pemimpin Besar Revolusi.<br />
Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.<br />
Mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-panglima Angkatan lain dengan sebaik-baiknya.<br />
Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung-jawabnya seperti tersebut diatas.”<br />
16 Maret 1966<br />
Pangkopkamtib —atas nama Presiden RI— mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah 15 menteri yang diduga terlibat G-30 S/PKI.<br />
27 Maret 1966<br />
Dilakukan perombakan terhadap Kabinet Dwikora. Sementara presiden tidak setuju kabinet itu dirombak. Banyak wajah-wajah baru yang dianggap kurang dekat dengan Presiden Soekarno. Tapi, tiga hari kemudian, kabinet itu pun dilantik.<br />
21 Juni 1966<br />
Jenderal TNI AH Nasution terpilih sebagai Ketua MPRS dalam sidang MPRS. Sidang tersebut berlangsung sampai dengan 6 Juli 1966.<br />
22 Juni 1966<br />
Presiden Soekarno membacakan Pidato Nawaksara di depan Sidang Umum ke-IV MPRS, dan pimpinan MPRS melalui keputusannya No. 5/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966, meminta Presiden Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.<br />
6 Juli 1966<br />
Sidang MPRS ditutup, dan mengeluarkan 24 Ketetapan, Sebuah keputusan, dan satu Resolusi. Salah satu diantaranya, Tap MPRS No. IX/MPRS/1966, yang menegaskan tentang kelanjutan dan perluasan penggunaan Supersemar.<br />
17 Agustus 1966<br />
Presiden Soekarno melakukan pidato dalam rangka peringatan hari Proklamasi yang dikenal dengan Pidato Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Pidato Jas Merah tersebut mencerminkan sikap Presiden sebagai Mandataris MPR, yang tidak bersedia untuk aturan yang ditetapkan oleh MPRS. Sehingga, hal itu menimbulkan reaksi masyarakat, dan diwarnai aksi demonstrasi dari masyarakat maupun mahasiswa.<br />
1-3 Oktober 1966<br />
Massa KAMI, KAPPI, dan KAPI, melakukan demonstrasi di depan istana merdeka. Mereka menuntut agar presiden memberi pertanggung-jawaban tentang peristiwa G-30-S/PKI. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya bentrokan fisik dengan pasukan Garnizun, sehingga memakan korban.<br />
22 Oktober 1966<br />
Pimpinan MPRS mengeluarkan Nota, Nomor: Nota 2/Pimp/MPRS/1966, yang meminta kepada Presiden Soekarno untuk melengkapi laporan pertanggungjawaban sesuai keputusan MPRS No.5/MPRS/1966.<br />
30 Nopember 1966<br />
KAPPI kembali melakukan demonstrasi ke DPR, dengan tuntutan yang sama seperti demonstrasi sebelumnya.<br />
9-12 Desember 1966<br />
Sekitar 200 ribu mahasiswa mendesak agar presiden Soekarno diadili.<br />
20 Desember 1966<br />
KAMI, KAPPI, KAWI, KASI, KAMI Jaya, KAGI JAYA, serta Laskar Ampera Arif Rahman Hakim (ARH) menyampaikan fakta politik kepada MA mengenai keterlibatan Presiden Soekarno dalam G-30-S/PKI<br />
21 Desember 1966<br />
ABRI mengeluarkan pernyataan keprihatinan, yang antara lain berbunyi butir ke-2), “ABRI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun, pihak mana pun, golongan mana pun yang akan menyelewengkan Pancasila dan UUD 1945 seperti yang pernah dilakukan PKI Pemberontakan Madiun, Gestapu PKI, DI-TII, Masjumi, PRRI-Permesta serta siapa pun yang tidak mau melaksanakan Keputusan-keputusan Sidang Umum ke-IV MPRS.”<br />
31 Desember 1966<br />
Pimpinan MPRS mengadakan musyawarah yang membahas situasi pada saat itu, khususnya menyangkut pelaksanaan Keputusan MPRS Nomor 5/MPRS/1966 tersebut diatas, dan suara serta pendapat dalam masyarakat yang timbaul setelah adanya sidang-sidang Mahmillub yang mengadili perkara-perkara ex. Wapredam I dan ex. Men/Pangau.<br />
6 Januari 1967<br />
Pimpinan MPRS mengeluarkan surat nomor A9/1/5/MPRS/1967, ditujukan kepada Jenderal TNI Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS IX/Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Surat itu menegaskan seputar permintaan bahan-bahan yuridis/hasil penyidikan. Isinya antara lain: “Pimpinan MPRS mengkonstatasikan bahwa setelah berlangsungnya Sidang-sidang Mahmillub yang mengadili perkara-perkara ex-Waperdam I dan ex-Men/Pangau, telah timbul berbagai suara dan pendapat dalam masyarakat yang berkisar pada dua hal pokok, yaitu: – Tuntutan penyidikan hukum untuk menjelaskan/menjernihkan terhadap peranan Presiden dalam hubungannya dengan peristiwa kontra revolusi G-30-S/PKI. – Tuntutan dilaksanakannya Keputusan MPRS Nomor 5/MPRS/1966.”<br />
10 Januari 1967<br />
Presiden Soekarno menyampaikan Pidato Pelangkap Nawaksara, yang isinya antara lain: “Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara kepada saya mengenai penilaian terhadap peristiwa G-30.S, maka saya sendiri menyatakan:<br />
G.30.S ada satu “complete overrompeling” bagi saya.<br />
Saya dalam pidato 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutup Gestok. 17 Agustus 1966 saya berkata “sudah terang Gestok kita kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula; Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa “Yang bersalah harus dihukum! Untuk itu kubangunkan MAHMILLUB”<br />
Saya telah autorisasi kepada pidato Pengemban S.P. 11 Maret yang diucapkan pada malam peringatan Isro dan Mi’radj di Istana Negara j.l., yang antara lain berbunyi:<br />
“Setelah saya mencoba memahami pidato Bapak Presiden pada tanggal 17 Agustus 1966, pidato pada tanggal 5 Oktober 1966 dan pada kesempatan-kesempatan yang lain, maka saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30 September yang didalangi PKI, berkesimpulan, bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah “Gestok”"(Gestok: Gerakan Satu Oktober, istilah Soekarno, Red)<br />
10 Januari 1967<br />
Pimpinan MPRS mengeluarkan Catatan Sementara tentang Pelengkap Pidato Nawaksara yang diumumkan Tanggal 10 Januari 1967. Catatan Sementara tersebut berisikan, antara lain: (a) bahwa Presiden masih meragukan keharusannya untuk memberikan pertanggungan-jawab kepada MPRS sebagaimana ditentukan oleh Keputusan MPRS No.5/MPRS/1966. (b) Perlengkapan Nawaksara ini bisa mengesankan seolah-olah dibuat dengan konsultasi Presidium Kabinet Ampera dan para Panglima Angkatan Bersenjata”.<br />
20 Januari 1967<br />
MPRS mengeluarkan Press Release Nomor 5/HUMAS/1967 tentang Hasil Musyawarah Pimpinan MPRS tanggal 20 Januari 1967, yang isinya (terdiri empat point besar) antara lain (poin ke-4): “Perlu diterangkan bahwa dalam menghadapi persoalan-persoalan penting yang sedang kita hadapi, soal Nawaksara, soal penegakan hukum dan keadilan, soal penegakan kehidupan konstitusional, Pimpinan MPRS sejak beberapa lama telah mengadakan tindakan-tindakan dan usaha-usaha koordinatif dengan Pimpinan DPR-GR, Presiden Kabinet Khususnya Pengemban Ketetapan MPRS No. IX, dan lembaga-lembaga negara maupun lembaga-lembaga masyarakat lainnya…”<br />
21 Januari 1967<br />
Mengeluarkan Hasil Musyawarah Pimpinan MPRS Lengkap, yang terdiri dari tiga butir besar, antara lain (poin II), “Bahwa Presiden alpa memenuhi ketentuan-ketentuan konstitusional sebagai ternyata dalam surat beliau No. 01/Pres/67, khususnya yang termaktub dalam angka Romawi I: “Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun dalam Ketetapan dan Keputusan MPRS sebelum sidang Umum ke-IV, tidak ada ketentuan, bahwa Mandataris harus memberikan pertanggungan jawab atas hal-hal yang “cabang”. Pidato saya yang saya namakan Nawaksara adalah atas kesadaran dan tanggungjawab saya sendiri, dan saya maksudkannya sebagai semacam “progress-report sukarela” tentang pelaksanaan mandat MPRS yang telah saya terima terdahulu”. Yang berarti mengingkari keharusan bertanggung-jawab pada MPRS dan hanya menyatakan semata-mata pertanggungan jawab mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara saja…” dst.<br />
1 Februari 1967<br />
Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, Jenderal Soeharto, dengan nomor surat R.032/1967, sifatnya rahasia, dengan lampiran 2 (dua) berkas, serta perihal: Bahan-bahan yuridis/hasil penyudikan. Petikan laporan Team, pada bagian Pendahuluan itu, antara lain sebagai berikut: “Tujuan penyusunan naskah laporan ini untuk menyajikan data dan fakta yang telah dapat diperoleh selama dalam persidangan MAHMILLUB semenjak perkara NJONO dan SASTROREDJO, yang dalam pengumpulannya ditujukan untuk memperoleh bahan gambaran yang selengkap-lengkapnya terhadap PERTANGGUNGAN-DJAWAB YURIDIS PRESIDEN DALAM PERISTIWA G-30-S/PKI. Berdasarkan hasil-hasil persidangan tadi, maka PRESIDEN harus mempertanggung-jawabkan segala pengetahuan, sikap dan tindakannya, baik terhadap peristiwa G-30-S/PKI itu sendiri maupun langkah-langkah penyelesaian yang merupakan kebijaksanaan PRESIDEN selaku KEPALA NEGARA dan PANGLIMA TERTINGGI ABRI di dalam menjalankan pemerintahan negara dimana kekuasaan dan tanggung-jawab ada di tangan PRESIDEN, sesuai ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 beserta penjelasannya.”<br />
9 Februari 1967<br />
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mengeluarkan Resolusi tentang Persidangan Instimewa MPRS, yang meminta kepada MPRS untuk mengundang dan menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS selambat-lambatnya bulan Maret 1967, serta meminta kepada Pemerintah c.q. Ketua Presidium Kabinet Ampera selaku Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Pengembangan Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 untuk memberikan keterangan dan bahan-bahan dalam Sidang Istimewa tersebut untuk menjelaskan peranan Presiden dalam hubungannya dengan peristiwa Kontra Revolusi G-30-S/PKI untuk dapat dijadikan pegangan dan pedoman para Wakil Rakyat dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya dalam Sidang Istimewa MPRS.<br />
9 Februari 1967<br />
DPR-GR mengeluarkan Penjelasan Atas Usul Resolusi DPR-GR tentang Sidang Istimewa MPRS. Pada tanggal yang sama DPR-GR mengeluarkan Memorandum mengenai Pertanggungan-jawab dan Kepemimpinan Presiden Soekarno dan Persidangan Istimewa MPRS.<br />
11 Februari 1967<br />
Empat panglima angkatan di tubuh ABRI bertemu Presiden Soekarno di Bogor, menyampaikan pendiriannya agar Presiden menghormati konstitusi dan Ketetapan MPRS pada Sidang Umum ke-IV.<br />
12 Februari 1967<br />
Presiden bertemu kembali dengan keempat Panglima tersebut, dan saat itu presiden meminta untuk melakukan pertemuan kembali esoknya.<br />
13 Februari 1967<br />
Para panglima mengadakan rapat membahas masalah pendekatan Presiden Soekarno tersebut. Sesudah bertemu dengan presiden, kemudian mereka sepakat untuk tidak lagi melakukan pertemuan selanjutnya.<br />
16 Februari 1967<br />
Pimpinan MPRS mengeluarkan Keputusan No. 13/B/1967 tentang Tanggapan Terhadap Pelengkapan Pidato Nawaksara, yang isinya: MENOLAK PELENGKAPAN PIDATO NAWAKSARA YANG DISAMPAIKAN DENGAN SURAT PRESIDEN NO. 01/PRES./’67 TANGGAL 10 JANUARI 1967, SEBAGAI PELAKSANAAN KEPUTUSAN MPRS NO.5/MPRS/1966. Dan pada tanggal yang sama dikeluarkan pula Keputusan MPRS No.14/B/1967 tentang Penyelenggaran dan Acara Persidangan Istimewa MPRS.<br />
19 Februari 1967<br />
Para Panglima dan Jenderal Soeharto bertemu dengan Presiden Soekarno di Istana Bogor. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesimpulan.<br />
20 Februari 1967<br />
Presiden Soekarno memberikan Pengumuman, yang isinya antara lain: KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/MANDATARIS MPRS/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, Setelah menyadari bahwa konflik politik yang terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan Rakyat, Bangsa dan Negara, maka dengan ini mengumumkan: Pertama: Kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-undang Dasar 1945. Kedua: Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa perlu. Ketiga: Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, para Pemimpin Masyarakat, segenap Aparatur Pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 seperti tersebut diatas. Keempat: Menyampaikan dengan penuh rasa tanggung-jawab pengumuman ini kepada Rakyat dan MPRS. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi Rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila.” Pengumuman ini ditandatangani pada tanggal 20 Februari 1967 oleh Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno.<br />
23 Februari 1967<br />
Jenderal Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/1996, melakukan Pidato melalui Radio Republik Indonesia. Sianya antara lain, memberi penegasan soal penyerahan kekuasaan oleh Presiden Soekarno kepada dirinya. Pada tanggal yang sama, 23 Februari 1967, (juga) DPR-GR mengeluarkan Resolusi No.724 tentang pemilihan Pejabat Presiden Republik Indonesia, beserta penjelasan terhadap resolusi tersebut.<br />
24 Februari 1967<br />
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia membuat pernyataan yang isinya antara lain, mengenai penyerahan kekuasaan pemerintah, dan menegaskan bahwa Angkatan Bersenjata akan mengamakan terselenggaranya Sidang Istimewa MPRS. Serta juga ditegaskan bahwa ABRI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun dan golongan manapun yang tidak mentaati pelaksanaan kekuasaan pemerintahan, setelah berlakunya Pengumuman Presiden tanggal 20 Februaru 1967.<br />
25 Februari 1967<br />
Pemerintah mengeluarkan Keterangan Pers, mengenai telah dilakukannya penyerahan kekuasaan pemerintahan negara oleh Soekarno kepada Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, yakni Jenderal Soeharto.<br />
7 Maret 1967<br />
MPRS mengadakan sidang istimewa dengan menghasilkan 26 Ketetapan. Ketika sidang MPRS itu dilakukan, Mandataris duduk di barisan pimpinan MPRS yakni di sebelah kanan Ketua MPRS, tidak seperti biasanya duduk berhadapan dengan MPRS. Hasilnya, antara lain (seperti dituangkan dalam TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967), yakni Mencabut Kekuasaan Pemerintah dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya Pemilu.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-3651265017063794642012-03-03T18:55:00.000-08:002012-03-03T18:55:36.788-08:00061.RAHASIA SANG DIPLOMATRahasia Sang Diplomat<br />
Tidak terlalu berlebihan bila saya menyebut Presiden Soekarno sebagai Presiden multi talenta. Soekarno seorang orator, Soekarno seorang seniman, Soekarno seorang perayu wanita dan Soekarno mampu menjadi seorang diplomat.<br />
Diplomasi ala Bung Karno memiliki banyak cara, tergantung kapan dan dengan siapa Bung Karno berhadapan. Tapi siapapun lawan bicaranya Bung Karno selalu membuat kita bangga.<br />
Kisah Pertama, terjadi pada saat rapat pimpinan antar negara dalam rangka membentuk aliansi dunia ketiga yakni aliansi bangsa-bangsa Asia-Afrika (belakangan oleh Bung Karno diperluas menjadi Asia, Afrika dan Amerika Latin). Pada sebuah sidang yang dihadiri oleh para pemimpin peserta, terjadi proses pengambilan keputusan yang panjang dan bertele-tele, tidak mengkerucut pada satu kesimpulan. Lalu, bung Karno mengambil inisiatif mendekati Nehru dan membisikkan sesuatu lalu ditanggap dengan anggukan oleh Nehru. Kemudian Bung Karno beranjak ke posisi Gamal Abulnasser, membisikkan sesuatu dan ditanggap dengan anggukan pula oleh si pemimpin negeri Mesir ini.<br />
Tak lama setelah kedua aksi bisik oleh Bung Karno tersebut, ia pun meminta giliran untuk menyampaikan pendapat dan mengusulkan diselenggarkannya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Usulan tersebut langsung ditanggapi setuju oleh para hadirin, baik yang berbeda maupun yang sama pendapat.<br />
Rupanya, melihat perbedaan pendapat yang meruncing Bung Karno menggunakan figur Abdul Naser dan Gandi yang berpengaruh masing-masing di Afrika dan Asia. Konon, menurut pengakuan Bung Karno dalam buku yang saya baca tersebut sesungguhnya beliau tak membisikkan sesuatu pesan politik apapun ke telinga kedua pemimpin berpengaruh tersebut. Beliau hanya mengajak makan siang bareng sehabis pertemuan yang melelahkan, bertele-tele dan tak seia-sekata tersebut. Tapi ternyata anggukan kedua pemimpin berpengaruh tersebut dianggap sebagai persetujuan terhadap gagasan Bung Karno yang ia sampaikan beberapa saat setelah berbisik dan diangguki.<br />
Kisah kedua. Kisah kedua ini mengenai kunjungan mendadak Menlu RRC saat sibuk-sibuknya pemerintahan Bung Karno mempersiapkan ajang Games Of New Emerging Forces (Ganefo), sebuah event tandingan terhadap Olimpiade yang diikuti oleh negara-negara Konferensi Asia, Afrika dan Amerika Latin. Konon, didapatkan informasi dari biro intelijen luar negeri bahwa Menlu RRC akan berkunjung ke Indonesia sekitar dua minggu ke depan.<br />
Kunjungan mendadak dan tempo yang singkat antara informasi kunjungan dengan pelaksanaan kunjungan membuat para pemimpin Indonesia kelabakan. Kementrian luar negeri di bawah Soebandrio meminta informasi akurat dari kedutaan dan jejaring informasi luar negeri mengenai maksud kunjungan menlu RRC tersebut. Namun baru dua hari menjelang kunjungan menlu RRC tersebut barulah didapatkan informasi maksud kunjungan tersebut. Ternyata maksud kunjungan tersebut adalah mempertanyakan kebijakan pemerintahan Bung Karno yang membatasi ruang gerak bisnis etnis Tionghoa di Indonesia, hanya boleh di Kota Kabupaten, jadi etnis tionghoa tidak boleh berbisnis di kota kecamatan, apa lagi sampai ke desa.<br />
Berhubung maksud kunjungan tersebut baru diterima dua hari menjelang kedatangan tamu kehormatan. Soebandrio dan jajaran Menlu RI gugup serta panik karena belum sempat mengumpulkan informasi untuk memberi jawaban yang memuaskan sang sahabat yang sangat diperlukan tersebut (sangat dibutuhkan karena RRC dan Rusia sangat dibutuhkan bantuannya dalam persiapan program Ganefo yang sedang dalam progres). Maka Soebandrio pun menghadap Bung Karno dan menyampaikan maksud kunjungan Perdana Menteri RRC dan berkonsultasi bagaimana cara menajawabnya. Lalu, Bung Karno dengan enteng menjawab: “sudah, nanti yang menyambut dan menemuinya oleh saya saja”, begitulah kira-kira jawaban Bung Karno kepada Soebandrio.<br />
Ketika tamu kehormatan itu datang. Bung Karno dengan santai dan hangat menyambut tamu dengan hangat. Ketika sampai pada topik pembicaraan mengenai misi diplomasi Menlu RRC, Bung Karno menjelaskan bahwa RRC dan Indonesia adalah sesama negara sosialis. Dalam hubungan ideologis ini, RRC adalah saudara tua bagi Indonesia yang masih baru. Bung Karno menjelaskan pula bahwa di desa-desa Indonesia pada dasarnya sudah menganut sosialisme secara kultural. Sedangkan di perkotaan nafsu kapitalisme masih mengancam sosialisme Indonesia, oleh karena itu saudara-saudara kita yang etnis Tionghoa diminta berkonsentrasi melakukan peran ekonomi sosialismenya di perkotaan.<br />
Penjelasan Bung Karno tersebut entah memuaskan atau membuat Menlu RRC mati kutu tak bisa menjawab, yang jelas Menlu RRC kemudian pulang ke negrinya dan hubungan RRC-Indonesia tetap baik-baik dan mesra sesudah pertemuan itu hingga berakhirnya masa kekuasaan Bung Karno.<br />
Itulah sekelumit penggalan kisah Presiden Soekarno dalam malaksanakan diplomasinya, ringan, santai namun yang terpenting Presifen Soekarno selalu memiliki kepercayaan diri yang tinggi menghadapi siapa dan dalam kondisi apapun. Bagaimana dengan pemimpin kita saat ini ?Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-62682825861131828162011-10-27T06:58:00.001-07:002011-10-27T06:58:32.187-07:00060. PRESIDEN SOEKARNO MELAKUKAN PENGGEMBOSAN<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-243.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-940" height="691" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-243.jpg?w=460&h=691" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="TONY'S FILE 243" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Presiden Soekarno Melakukan Penggembosan</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Istilah menggemboskan atau mengempiskan bila diucapkan oleh Ibu Megawati maka yang terbayang di benak kita adalah sebuah upaya mengurangi perolehan suara untuk PDI-P yang dilakukan oleh Partai pesaing lainnya. Apakah anda setuju dengan pendapat ini ? Terserah anda setuju atau tidak. Tapi yang jelas anda akan menemukan proses menggemboskan atau mengempiskan dari sisi yang berbeda apa bila proses penggembosan atau pengempisan dilakukan oleh Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Megawati mengiringi langkah bapaknya yang seperti biasa, berjalan gagah mendatangi barisan para tetamu dan menyalaminya satu per satu dengan sangat ramah. Pada saat itulah, Megawati melihat raut wajah bapaknya memerah seperti menahan marah. Mega yang biasa dipanggil “Gadis” oleh bapaknya, tahu betul bahwa ada sesuatu yang tidak berkenan di benak bapaknya. Apakah sesuatu itu? Mega tidak tahu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Barulah ketika Bung Karno sampai di depan seorang ibu, berdandan dengan sangat cantik, berkain-kebaya dengan anggun… tapi… ya, tetapi satu hal yang membuat Bung Karno tidak berkenan, yaitu pada tatanan rambutnya yang kelewat menjulang tinggi karena disasak. Spontan usai menyalami ibu-ibu itu, Bung Karno mengangkat tangan kanannya persis ke arah atas kepala ibu itu, dan kemudian menekannya ke bawah. Ya, mengempiskan sasakan rambut ibu itu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Usai menekan sasak ibu itu, tanpa berkomentar apa pun, Bung Karno langsung bergeser ke ibu-ibu di sebelahnya, dan kembali melanjutkan ritual menyalami sisa barisan yang ada. Megawati menyaksikan itu semua. Dan dia sangat penasaran, sehingga ketika sampai di rumah, ekspresi ketidaktahuan tentang sikap bapaknya tadi, masih membekas.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno, tak lama kemudian, memanggil Megawati dan langsung mengemukakan hal yang benar-benar menggantung di saraf gelisah Megawati. “Gadis…,” Bung Karno membuka kata, “Tahu mengapa Bapak marah sama ibu tadi?” Antara tahu dan tidak, Mega menganggukkan kepala. Bung Karno seolah menganggap Mega tidak tahu, sehingga ia pun melanjutkan kalimatnya, “Ibu itu tidak menunjukkan keprbadian Nasional!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Mega uluk tanya, “Lalu, bagaimana berkepribadian Nasional itu, Pak? Seorang wanita Indonesia, jawab Bung Karno, adalah wanita yang berpakian kain kebaya dan sebagainya, tetapi harus, sekali lagi harus menunjukkan citra keaslian, yaitu berpakaian cantik, rapih, dan serasi, dan tetap cekatan dalam tindakan, tidak terkungkung ruang geraknya. Karena lahiriahnya bebas, batiniahnya juga bebas dan perasaan menjadi enak. “Mereka harus mempunyai jiwa merdeka,” tegas Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Singkatnya, berkain kebaya saja tidak cukup. Sebab, sasakan rambut menjulang jelas tidak masuk dalam terminologi wanita Indonesia yang cantik, rapih, serasi tetapi cekatan dalam tindakan. Terhadap wanita seperti itu, Bung Karno menjamin, lahiriah dan batiniahnya tidaklah bebas. Tanpa kebebasan lahirian dan batiniah, maka ia belum berjiwa merdeka.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-67514306441695859082011-10-27T06:54:00.001-07:002011-10-27T06:54:38.255-07:00059. BUNG KARNO DAN TRAGEDI LUBANG BUAYA<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-008.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-986 aligncenter" height="300" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-008.jpg?w=460&h=300" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 008" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Presiden Soekarno Dan Tragedi Lubang Buaya</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sejak masih di bangku Sekolah Dasar fikiran kita telah diyakinkan dengan sebuah alur cerita keganasan peristiwa G30S PKI. Dalam benak kita juga dijejalkan suatu illusi bagaimana para Pahlawan Revolusi mendapat perlakuanyang sadis sebelum mereka dibunuh dan dimasukkan ke Lubang Buaya. Untuk beberapa tahun fakta itu sepertinya sebuah kenyataan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dengan berakhirnya kekuasaan orba maka perlahan terjadilah perubahan sudut pandang tentang berbagai hal menyangkut peristiwa G30S PKI. Bahkan kita baru tahu bagaimana tanggapan Presiden Soekarno terhadap isyu penyiksaan para Pahlawan Revolusi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno donder mendengar kabar dan berita yang mengatakan bahwa para perwira Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa di subuh <a href="http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/29/mengenang-malam-jahanam-2-2/" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;">1 Oktober 1965</a> mengalami penyiksaan mahahebat sebelum nyawa mereka dihabisi. Kabar seperti ini, menurut si Bung, sengaja disebarluaskan untuk membakar emosi rakyat dan mendorong “gontok-gontokan” di kalangan rakyat yang akhirnya menjelma menjadi “sembelih-sembelihan”.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Donder pertama saat Bung Karno berbicara di depan wartawan di Istana Bogor, malam hari, 12 Desember 1965. Donder kedua, keesokan harinya, saat Bung Karno berbicara di depan gubernur se-Indonesia, di Istana Negara, 13 Desember 1965.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kepada para wartawan, cerita Bung Karno di depan para gubernur, dia bertanya darimana media massa mendapat cerita tentang kronologi pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat yang diculik kelompok Untung.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tak ada seorang wartawan pun yang menjawab. Menteri Penerangan Achmadi, Kepala Dinas Angkatan Darat Brigjen Ibnu Subroto dan Letkol Noor Nasution yang mengawasi Antara pun tak bisa mengatakan darimana mereka mendapat kabar itu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Saya tidak tahu apakah gubernur-gubernur tadi malam menyetel radio atau televisi. Maka ada baiknya saya ceritakan sedikit pendonderan-pendonderan saya tadi malam. Begini, tatkala sudah terjadi <a href="http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/29/mengenang-malam-jahanam-2/" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;">Lubang Buaya</a>, jenazah-jenazah daripada jenderal dibawa kesana dan dimasukkan ke dalam sumur. Ooh, itu wartawan-wartawan suratkabar menulis, bahwa jenderal-jenderal itu disiksa di luar perikemanuiaan. Semua, katanya, maaf. Saudari-saudari, semuanya dipotong mereka punya kemaluan.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Malahan belakangan juga ada di dalam surat kabar ditulis bahwa ada seorang wanita bernama Djamilah, mengatakan bahwa motongnya kemaluan itu dengan pisau silet. Bukan satu pisau silet, tetapi lebih dahulu 100 anggota <a href="http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/29/mengenang-malam-jahanam-3/" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;">Gerwani</a> dibagi silet. Dan silet ini dipergunakan untuk mengiris-ngiris kemaluan. Demikian pula dikatakan, bahwa di antara jenderal-jenderal itu matanya dicungkil.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Saya pada waktu itu memakai saya punya gezond verstand, Saudara-saudara. Dan dengan memakai saya punya gezond verstand, itu saya betwiffelen, ragukan kebenaran kabar ini. Tetapi saya melihat akibat daripada pembakaran yang sedemikian ini. Akibatnya ialah, masyarakat seperti dibakar. Kebencian menyala-nyala, sehingga di kalangan rakyat menjadi gontok-gontokkan, yang kemudian malahan menjadi sembelih-sembelihan.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Saudara-saudara mengetahui, bahwa saya sejak mulanya berkata, jangan, jangan, jangan, jangan sembelih-sembelihan, jangan gontok-gontokkan, jangan panas-panasan.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Nah, Saudara-saudara, waktu belakangan ini saya dapat bukti, bahwa memang benar sangkaan saya itu, bahwa jenderal-jenderal yang dimasukkan semua ke <a href="http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/29/mengenang-malam-jahanam-2/" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;">Lubang Buaya</a> tidak ada satu orang pun yang kemaluannya dipotong. Saya dapat buktinya darimana? Visum repertum daripada team dokter-dokter yang menerima jenazah-jenazah daripada jenderal-jenderal yang dimasukkan ke dalam sumur <a href="http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/29/mengenang-malam-jahanam-2/" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;">Lubang Buaya </a>itu.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Visum repertum oleh dokter dituliskannya pro justitia. Bahwa sumpah pro justitia tidak boleh bohong, tidak boleh menambah, tidak boleh mengurangi. Apa kenyataan itu, harus dimasukkan dalam visum repertum itu harus jadi pegangan, sebab ini satu kenyataan, bukan khayalan. Tetapi visum repertum adalah satu kenyataan menurut apa yang didapatkan oleh dokter itu.”</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-27215057142821643292011-10-27T06:51:00.000-07:002011-10-27T06:51:23.948-07:00058. PIDATO YANG MERESAHKAN<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-0781.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-949" height="354" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-0781.jpg?w=460&h=354" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="TONY'S FILE 078" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Pidato Yang Meresahkan</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tahukah Anda, malam 1 Juni adalah malam paling meresahkan bagi Bung Karno. Meski dipejam-pejamkannya kedua mata, tak juga mampu mengundang kantuk. Dalam hal Indonesia merdeka, hatinya sudah bulat. Hakkul yakin. Dalam hal kemerdekaan hanya akan kekal dan abadi manakala dilandasi persatuan dan kesatuan, Bung Karno pun hakkul yakin. Meski begitu, ada perasaan yang menghendaki dorongan lebih untuk berbicara keesokan harinya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Gelisah itu sungguh menggantu pikirannya. Bukan tentang materi apa yang akan dipidatokan keesokan harinya. Untuk berpidato di depan BPUPKI, Bung Karno bahkan tidak perlu mempersiapkannya dalam bentuk teks tertulis. Anehnya, masih ada perasaan yang kurang mantap pada dirinya. Bung Karno terus dan terus merenungkan itu sembari membolak-balikkan tubuhnya di atas dipan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ketika rasio terbentur tembok… manakala hati tak mampu lagi menyuarakan pendapatnya yang paling benar… Bung Karno hanya ingat, Tuhan-lah satu-satunya tempat ia bertanya. Hanya Tuhan yang mampu meredam kegundahgulanaan perasaan. Ia tahu apa yang harus diperbuat. Turun dari tempat tidur, dan melangkahkan kaki ke luar rumah, persisnya ke bagian belakang rumahnya di Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di belakang rumah, ia segera menekuk lutut berlutut, menengadahkan wajah ke atas, memohon petunjuk Allah SWT. Malam itu, malam bulan Juni saat cuaca sangat cerah. Di atas, ia saksikan ribuan… ratusan ribu… mungkin jutaan bintang berkerlap dan berkerlip. Dalam posisi lutut tertekuk, muka menengadah, kedua tangan memohon… disaksikan ribuan bintang… Bung Karno menjadi seorang hamba Allah yang begitu kecil.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Ya Allah Ya Rabbi… berikanlah ilham kepadaku. Besok pagi aku harus berpidato mengusulkan dasar-dasar Indonesia merdeka. Pertama, benarkah keyakinanku, ya Tuhan, bahwa kemerdekaan itu harus didasarkan atas persatuan dan kesatuan bangsa? Kedua, ya Allah ya Rabbi, berikanlah petunjuk kepadaku, berikanlah ilham kepadaku, kalau ada dasar-dasar lain yang harus kukemukakan: Apakah dasar-dasar itu?”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Itulah lantunan doa Bung Karno kepada Allah SWT sebelum keesokan paginya berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Usai berdoa, Bung Karno pun kembali masuk ke kamar dan membaringkan kembali tubuhnya di pembaringan. Ia menenangkan pikiran dan mencoba tidur. Entah karena permohonan sudah disampaikan, atau karena ia memang sudah lelah… tak lama kantuk datang menyerang dan Bung Karno pun terlelap.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Keesokan paginya, pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Setelah shalat shubuh, Bung Karno pun mendapatkan ilham Pancasila. Jawaban spontan dari Tuhan atas doa yang ia lantunkan semalam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kisah tersebut, acap disampaikan Bung Karno dalam kesempatan berpidato di berbagai kesempatan pasca kemerdekaan kita. Meski bukan yang pertama dan kedua, setiap Bung Karno menuturkan kegelisahan malam 1 Juni, kemudian beranjak ke belakang rumah, berlutut dan berdoa… hampir dapat dipastikan air mata pasti meleleh dari pipinya. Biasanya, Bung Karno akan berhenti berpidato sejenak dan berkat, “Maaf… kalau aku ingat ini selalu terharu….”</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-34409605720444130422011-10-27T06:46:00.001-07:002011-10-27T06:46:50.683-07:00057. PIDATO BUNG KARNO DISAAT SENJA<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/tony-collection-131.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-801" height="691" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/tony-collection-131.jpg?w=460&h=691" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="tony collection 131" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Tidak banyak diketahui umum bahwa tahun 1965-1967 Presiden Soekarno sempat berpidato paling sedikit sebanyak 103 kali. Yang diingat orang hanyalah pidato pertanggungjawabannya, Nawaksara, yang ditolak MPRS tahun 1967. Dalam memperingati 100 tahun Bung Karno, tahun 2001 telah diterbitkan kumpulan pidatonya. Namun, hampir semuanya disampaikan sebelum peristiwa G30S 1965.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kumpulan naskah ini diawali pidato 30 September 1965 malam (di depan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta) dan diakhiri pidato 15 Februari 1967 (pelantikan beberapa Duta Besar RI). Pidato-pidato Bung Karno (BK) selama dua tahun itu amat berharga sebagai sumber sejarah. Ia mengungkapkan aneka hal yang ditutupi bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru. Dari pidato itu juga tergambar betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang presiden yang ucapannya tidak didengar bahkan dipelintir. Soekarno marah. Ia memaki dalam bahasa Belanda.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Konteks pidato</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Periode 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Dalam versi pemerintah, masa ini dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung Orde Baru (tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi PKI sampai ke akarnya serta pembersihan para pendukung Soekarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Mulai tahun 1998 di Tanah Air dikenal beberapa versi sejarah yang berbeda. Selain menonjolkan keterlibatan pihak asing seperti CIA, juga muncul tudingan terhadap keterlibatan Soeharto dalam “kudeta merangkak”, yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dan ditetapkannya Soeharto sebagai pejabat Presiden tahun 1967. “Kudeta merangkak” terdiri dari beberapa versi (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio) dan beberapa tahap.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Substansi pidato</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Setelah peristiwa G30S, Soekarno berusaha mengendalikan keadaan melalui pidato-pidatonya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Saya komandokan kepada segenap aparat negara untuk selalu membina persatuan dan kesatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme, pembakaran-pembakaran, dan perusakan-perusakan. Tiga, menyingkirkan jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan balas dendam.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ia juga menyerukan “Awas adu domba antar-Angkatan, jangan mau dibakar. Jangan gontok-gontokan. Jangan hilang akal. Jangan bakar-bakar, jangan ditunggangi”. Dalam pidato ia menyinggung Trade Commission Republik Rakyat Tiongkok di Jati Petamburan yang diserbu massa karena ada isu Juanda meninggal diracun dokter RRT. Padahal, beliau wafat akibat serangan jantung. Soekarno menentang rasialisme yang menjadikan warga Tionghoa sebagai kambing hitam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam pidato 20 November 1965 di depan keempat panglima Angkatan di Istana Bogor BK mengatakan, “Ada perwira yang bergudul. Bergudul itu apa? Hei, Bung apa itu bergudul? Ya, kepala batu.” Tampaknya ucapannya itu ditujukan kepada Soeharto. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan, “Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena…. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya (berbeda dengan nama tokoh lain, Soeharto disebut dua kali dan secara berturut-turut).</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Mengapa Soekarno tak mau membubarkan PKI, padahal ini alasan utama kelompok Soeharto menjatuhkannya dari presiden. Karena dia konsisten dengan pandangan sejak tahun 1925 tentang Nas (Nasionalisme), A (Agama), dan Kom (Komunisme). Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat “Sosialisme”. Meskipun demikian Soekarno bersaksi “saya bukan komunis”. Bung Karno juga mengungkapkan keterlibatan pihak asing yang memberi orang Indonesia uang Rp 150 juta guna mengembangkan “the free world ideology”. Ia berseru di depan diplomat asing di Jakarta, “Ambassador jangan subversi.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Tanggal 12 Desember 1965 ketika berpidato dalam rangka ulang tahun Kantor Berita Antara di Bogor, Presiden mengatakan tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Demikian pula tidak ada mata yang dicungkil seperti ditulis pers.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Soekarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Soekarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Awas kalau kau berani ngrumat jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam kesempatan sama, Bung Karno sempat bercanda di depan mahasiswa itu, “saya sudah 65 tahun meski menurut Ibu Hartini seperti baru 28 tahun. Saya juga melihat Ibu Hartini seperti 21 tahun.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Gaya bahasa Soekarno memang khas. Ia tidak segan memakai kata kasar tetapi spontan. Beda dengan Soeharto yang memakai bahasa halus tetapi tindakannya keras. Di tengah sidang kabinet, di depan para Menteri, Presiden Soekarno tak segan mengatakan “mau kencing dulu” jika ia ingin ke belakang . Ketika perintahnya tidak diindahkan, ia berteriak “saya merasa dikentuti”. Pernah pula ia mengutip cerita Sayuti Melik tentang kemaluannya yang ketembak. Namun, di lain pihak ia mahir menggunakan kata-kata bernilai sastra, “Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 &frac12; sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam pidato 30 September 1965 ia sempat mengkritik pers yang kurang tepat dalam menulis nama anak-anaknya. Nama Megawati sebetulnya Megawati Soekarnaputri, bukan Megawati Soekarnoputri. Demikian pula dengan Guntur Soekarnaputra.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Di balik pidato</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Apa yang disampaikan Soekarno dalam pidato-pidatonya merupakan bantahan atas apa yang ditulis media. Monopoli informasi sekaligus monopoli kebenaran adalah causa prima dari Orde Baru. Umar Wirahadikusumah mengumumkan jam malam mulai 1 Oktober 1965, pukul 18.00 sampai 06.00 pagi, dan menutup semua koran kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Koran-koran lain tidak boleh beredar selama seminggu. Waktu sepekan ini dimanfaatkan pers militer untuk mengampanyekan bahwa PKI ada di belakang G30S.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Meski masih berpidato dalam berbagai kesempatan, pernyataan BK tidak disiarkan oleh koran-koran. Bila Ben Anderson di jurnal Indonesia terbitan Cornell mengungkapkan hasil visum et repertum dokter bahwa kemaluan jenderal tidak disilet dalam pembunuhan di Lubang Buaya 1 Oktober 1965, jauh sebelumnya Soekarno dengan lantang mengatakan, 100 silet yang dibagikan untuk menyilet kemaluan jenderal itu tidak masuk akal.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam pidatonya terdengar keluhan. Misalnya, di Departemen P dan K orang-orang yang mendukung BK dinonaktifkan. Sebetulnya seberapa drastiskah merosotnya kekuasaan yang dipegangnya?</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Presiden Soekarno masih sempat melantik taruna AURI dan berpidato dalam peringatan 20 tahun KKO. Paling sedikit Angkatan Udara, Marinir, dan sebagian besar tentara Kodam Brawijaya masih setia kepada Bung Karno. Tetapi kenapa ia hanya sekadar berseru “jangan gontok-gontokan antarangkatan bersenjata”. Kenapa ia tidak memerintahkan tentara yang loyal kepadanya untuk melawan pihak yang ingin menjatuhkannya?</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Soekarno tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama bangsa. Dalam skala tertentu, yang tidak diharapkan Bung Karno itu telah terjadi setelah ia meninggal . Demikian pula yang kita lihat hari ini di Aceh. Sebuah wilayah yang pada tahun 1945 para ulamanya menyerukan rakyat mereka untuk berdiri di belakang Bung Karno.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-89863251246487092522011-10-27T06:44:00.001-07:002011-10-27T06:44:42.436-07:00056. PERSETAN DENGAN EISENHOWER<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/untitled-1.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-789" height="288" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/untitled-1.jpg?w=460&h=288" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="untitled 1" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Persetan Dengan Eisenhower</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam beberapa tahun terakhir Amerika semakin arogansi menunjukkan jati diri sebagai “Negara besar.” Dan yang lebih mengiris perasaan adalah sikap Negara kecil atau Negara ke 3 atau apapun istilahnya seakan-akan mengamini sikap arogansi Amerika.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Saat Obama terpilih sebagai orang nomer satu di Gedung Putih semua media masa sibuk meliputnya, bahkan mungkin lebih sibuk dibanding meliput bencana yang ada dinegeri masing-masing.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Pertanyaannya adalah : Bagaimana Soekarno dari Indonesia menghadapi arogansi Amerika? Sekelumit tulisan ini dapat kiranya menjadi sebuah gambaran bagi kita.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Sikap Bung Karno yang tegas dalam politik luar negeri, membuat Amerika Serikat tidak nyaman. Karena itu pula, dalam sejarah perjalanan bangsa di bawah kepemimpinan Bung Karno, hubungan Indonesia dan Amerika Serikat bisa dibilang tidak mesra. Pada dasarnya, Bung Karno sendiri anti kapitalisme-liberalisme, tapi dia juga bukan seorang komunis. Sukarno hanyalah seorang nasionalis, bahkan ultra nasionalis.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam hubungan dishamonis antara Indonesia – Amerika Serika, tergambar dalam ketegangan hubungan antara Presiden Sukarno dan Presiden Dwight D. Eisenhower. Suatu hari di tahun 1960, Bung Karno diundang ke Washington. Tapi apa yang terjadi? Sesampai di Washington, Eisenhower tidak menyambutnya di lapangan terbang. Bung Karno cuma membatin, “Baiklah.” Bahkan ketika sampai di Gedung Putih, Eisenhower pun tidak menampakkan batang hidungnya. Untuk itu pun, Bung Karno masih membatin, “Baiklah.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Akan tetapi, ketika Eisenhower membuat Bung Karno menunggu di luar, di ruang tunggu, menanti yang tak pasti, hati Bung Karno terbakar… “Keterlaluan,” gumam Bung Karno, geram. Tapi toh Bung Karno, sebagai tamu negar, dia masih bisa bersabar. Ketika satu jam hampir berlalu, habis sudah kesabaran Bung Karno. Ia segera menghampiri kepala protokol dan berkata tajam, “Apakah saya harus meunggu lebih lama lagi? Oleh karena, kalau harus begitu, saya akan berangkat sekarang juga!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kepala protokol itu pucat, dan memohon Bung Karno menahan barang satu-dua menit. Sejurus kemudian, keluarlah Eisenhower. Sama sekali tidak ada permintaan maaf. Bahkan ketika mengiringkan Bung Karno masuk pun, tidak ada kata maaf dari Eisenhower kepada tamu negara dari Republik Indonesia, Sukarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Itu kali pertama Bung Karno merasakan penghinaan Eisenhower. Rupanya tidak berhenti di situ. Ada peristiwa kedua, yang dianggap Bung Karno merupakan penghinaan, yaitu ketika Eisenhower berkunjung ke Manila, Filipina, dan dia menolak untuk berkunjung ke Indonesia. “Boleh dikata dia sudah berada di tepi pagar rumahku, dia menolak mengunjungi Indonesia,” ujar Bung Karno, seperti dituturkan kepada Cindy Adams.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Adakah pemimpin negeri ini yang berani mengambil sikap seperti Presiden Soekarno? Jawabannya adalah <strong>“Tidak” sekali lagi “Tidak”</strong></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-1262210914123805072011-10-27T06:42:00.001-07:002011-10-27T06:42:31.784-07:00055. PERSAHABATAN BUNG KARNO DAN PAMAN HO<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/10/bung-karno-dan-ho-chi-minh.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="bung karno dan ho chi minh" class="alignnone size-full wp-image-190" height="324" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/10/bung-karno-dan-ho-chi-minh.jpg?w=460&h=324" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="bung karno dan ho chi minh" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><br />
</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Menyebut kata Vietnam yang ada dalam benak kita hanyalah gambaran perang yang sadis serta memakan banyak korban, bahkan dari beberapa sumber berita disebutkan bahwa dalam perang Vietnam ini Amerika dan pasukannya menjadi bulan-bulanan pasukan Vietnam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Namun demikian satu tanda tanya besar yang patut kita jawab bersama: “Benarkah sedemikian sadisnya penduduk Vietnam dan para pemimpinnya ?” Jawabnya adalah “Tidak, sekali lagi Tidak.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sepenggal kisah di bawah ini mungkin dapat sedikit memberikan tentang bagaimana sebenarnya Vietnam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Uncle </em>Ho berkawan dekat dengan Bung Karno. Mungkin karena beberapa sebab, tapi yang pasti, keduanya adalah tokoh besar bagi bangsanya. Kebetulan pula, Indonesia dan Vietnam memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun yang sama, 1945. Jika Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus, maka Vietnam merdeka 29 Agustus.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia untuk semua wilayah kepulauan eks Hindia Belanda, sekalipun kemudian dipecah-pecah dalam beberapa perjanjian dengan Belanda, sebelum akhirnya kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Indo China yang meliputi semua bekas jajahan Perancis, sekalipun pada akhirnya hanya meliputi Vietnam Utara.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kaum akademisi banyak yang menelaah dua negara: Indonesia dan Vietnam dalam perjuangan menuju merdeka. Kebetulan, kedua negara merdeka pada tahun yang sama. Bung Karno dan Ho Chi Minh sama-sama tokoh pergerakan yang piawai menggelorakan semangat juang dan jiwa merdeka rakyat semesta. Yang membedakan adalah, Bung Karno berjuang dengan melibatkan semua kelas dan lapisan masyarakat dalam iklim gotong royong, sedangkan Ho Chi Minh melakukannya dengan “hanya” menggerakkan kaum proletar (politik kelas), dan menyingkirkan kaum borjuis.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ujungnya? Indonesia merdeka dengan Pancasila sebagai dasar ideologi negara. Sedangkan Vietnam merdeka dengan ideologi komunis, dan menyisakan kaum borjuis yang rela membentuk negara-negara boneka eks penjajahnya. Pancasila sebagai ideologi yang digagas Bung Karno, jauh lebih universal, jauh lebih mampu mengakomodir kepentingan individu di setiap negara mana pun, dibanding komunisme.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Lepas dari itu, Bung Karno dan Ho Chi Minh adalah orang-orang hebat dan berjasa besar dalam melepaskan bangsanya dari cengkeraman penjajah yang biadab.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-23822514166695734302011-10-27T06:40:00.000-07:002011-10-27T06:40:00.651-07:00054. PERSAHABATAN BUNG KARNO DAN MUTAHAR<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/257624825b1fabff_large.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="257624825b1fabff large" class="size-full wp-image-284 aligncenter" height="491" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/257624825b1fabff_large.jpg?w=460&h=491" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="257624825b1fabff large" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong>Mutahar dan Soekarno</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Mutahar, mungkin ini sebuah nama yang sederhana, pribadi yang sederhana namun memiliki pengalaman hidup yang tidak sederhana. Betapa akan dikatakan sederhana bila seseorang memiliki kedekatan pribadi dengan Bung Karno. Bagi mereka yang pernah ikut dalam PASKIBRAKA tingkat Nasional nama ini tentu tak asing lagi, karena disinilah Kak Mut demikian biasa dipanggil mengabdikan diri di usianya yang telah senja.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tulisan dibawah ini tak lebih dari sepenggal kisah yang pernah diungkap oleh Kak Mutahar:</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">BUNG Karno (BK) lahir di Blitar dan tumbuh di masa sulit serta penuh perjuangan. Sebagai orang Jawa Timur bicaranya cep las ceplos tanpa tedeng aling-aling. Suaranya mungkin terdengar kasar, tetapi memang itulah Soekarno. Kalau sedang marah, semua keluar dengan seketika. Tapi, secepat itu pula ia minta maaf bila merasa ada kata-katanya yang menyinggung perasaan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Suatu hari, ajudan BK datang ke rumahku dan bilang, “Pak Mutahar dipanggil menghadap Bapak (BK) di istana.” Aku jawab, “Baik, saya ganti baju dulu dan nanti menyusul ke istana.” Tetapi si ajudan bertahan, “Tadi Bapak pesan Pak Mutahar harus ikut bersama saya.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Wah, sepertinya penting sekali. Maka aku bergegas, dan sesampai di istana langsung menuju ke ruang kerjanya. Kulihat muka BK kusut dan sepertinya sedang marah besar. “Mut, kamu tahu kenapa aku panggil?” Aku menjawab santai, “Lha ya nggak tahu. <em>Wong </em>Bapak yang manggil saya, mana saya tahu.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Aku mau marah!” hardik BK lagi. “Ya marah aja. Mau marah kok nunggu saya,” jawabku sekenanya, karena aku kenal betul sifatnya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ternyata, jawabanku itu membuatnya benar-benar marah. Dalam bahasa Belanda BK mengeluarkan unek-uneknya selama hampir dua jam, padahal aku tidak tahu sebabnya. Aku mendengarkan saja, sampai kemarahan itu kendor dan akhirnya BK diam. Aku lalu bilang, “Bung, marahnya sudah selesai kan? Kalau sudah, aku tak pulang…”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">BK langsung melotot ke arahku. Dalam hati aku berkata, “Wah, salah omong aku. Bisa-bisa dia marah lagi…” Tapi ternyata tidak, karena mata-nya kembali meredup. “Ya sudah, pulang sana!” katanya memerintah.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Kalau begitu saya pamit,” jawabku sambil keluar dan terus pulang. Tapi tak lama kemudian, ajudannya datang lagi ke rumahku.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Aku langsung menyambar, “Ada apa? Saya dipanggil lagi untuk dima-rahi ya?” Sang ajudan cuma mesem-mesem. “Nggak kok Pak Mut. Saya disuruh Bapak ngantar ini,” katanya sambil menyerahkan tas — yang setelah kubuka ternyata isinya berbagai macam kue.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sambil mengucapkan terima kasih kepad si ajudan, aku tersenyum. “Dasar <em>wong gendeng. </em>Kalau <em>bar nesu </em>(habis marah) ngirimi kue, ya sering-sering aja marah biar giziku terjamin,” kataku dalam hati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Esoknya aku bertemu lagi dengan BK dan kulihat wajahnya <em>sumri-ngah.</em>Maka aku menegur, “Bung, kalau masih mau marah sama saya, silahkan. Tapi jangan lupa kuenya dikirim lagi.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">BK tertawa keras. “Mut, kamu tahu kenapa saya marah?” Aku menjawab, “Ya nggak tahulah. <em>Wong </em>Bapak marahnya banyak sekali, jadi saya nggak ingat.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Makanya aku panggil kamu untuk aku marahi. Lantaran aku tahu kamu pasti tutupi kupingmu dengan kapas biar nggak dengar omong-anku,” kata BK sambil ngeloyor pergi. ***</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-71177121410473800182011-10-19T08:24:00.001-07:002011-10-19T08:24:17.434-07:00053. PERSAHABATAN BUNG KARNO DAN MAO ZEDONG<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/10/mao-zedong-dan-bung-karno.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="mao zedong dan bung karno" class="alignnone size-full wp-image-186" height="344" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/10/mao-zedong-dan-bung-karno.jpg?w=460&h=344" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="mao zedong dan bung karno" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Sebagi Diplomat ulung sampai kini posisi BungKarno belum tergantikan. Hal ini Nampak saat beberapa kali kunjungan ataupun menerima tokoh-tokoh dunia. Dalam menghadapi tokoh dunia yang seide Bung Karno akan tampil begitu manisnya, tapi dia akan begitu garang bila menghadapi tokoh-tokoh Negara besar yang tidak memberikan rasa hormatnya kepada Indonesia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Nah, ini adalah sekelumit pujian Bung Karno kepada Mao. Pertama, ia memuji Mao sebagai seorang pemimpin yang cerdik. Dikisakan, pada satu periode, Negeri Tirai Bambu itu terancam bahaya kelaparan. Tanaman padi, jagung, dan gandung yang ditanam para petani, terancam gagal panen.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ancaman terhadap produksi bahan pakan negeri dengan penduduk terbesar di dunia itu, datang dari jutaan burung pipit yang hidup liar di seantero negeri. Betapa tidak, tatkala bulir-bulir padi mulai ruah, kawanan burung pipit menyerbunya habis. Pohon padi yang siap panen pun menjulang tanpa isi. Sebuah ancaman kelaparan sungguh tampak di pelupuk mata.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Mao Zedong menerapkan strategi jitu guna menuntaskan hama burung pipit di negerinya. Mao tahu, burung pipit hanya punya kemampuan terbang terus-menerus selama empat jam. Maka, pada suatu ketika, Mao memerintahkan rakyatnya yang waktu itu berjumlah 600 juta, untuk secara serentak memukul tong-tong dari bambu, mengoyak-oyak pepohonan, berteriak-teriak atau berbuat sesuatu untuk menghalau burung pipit.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Perintah Mao dipatuhi. Alhasil, suatu hari, sejak pukul lima pagi hingga jam sembilan, ratusan juta rakyat di seluruh penjuru negeri melaksanakan perintah Mao. Gaduhlah negeri itu. Syahdan… jam sembilan lebih 30 menit, kurang lebih, jutaan burung pipit berjatuhan, lemas menggelepar di tanah. Sontak jutaan rakyat Cina menangkap, memungut, menggoreng dan memakannya. Persoalan pun teratasi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bung Karno sangat sering menyitir kejadian di atas dalam banyak kesempatan, di banyak negara. Tak heran jika sebagian orang yang tidak menangkap substansi, langsung menuding Bung Karno berbaik-baik dengan tokoh komunis. Bahkan tidak sedikit yang menuding adanya kecenderungan Bung Karno menjadi komunis.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Atas tudingan sampah tadi, Bung Karno lewat buku yang ditulis Cindy Adams menukas, “Aku akan memuji apa yang baik, tak pandang sesuatu itu datangnya dari seorang komunis, Islam, atau seorang Hopi Indian. Akan tetapi, betapa pun, pandangan dunia luar, maka terhadap persoalan apakah aku akan menjadi komunis atau tidak, jawabnya ialah: T-I-D-A-K!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bahwa ia bersahabat baik dengan Moskow dan Beijing, Bung Karno bardalih karena memang kedua negara –yang kebetulan komunis– itu begitu menghormati dan mengagungkan Bung Karno. Ia mengambil contoh, saat berkunjung ke Moskow, 150 orang Rusia berbaris untuk menyanyikan lagu “Indonesia Raya” sebagai penyambutan terhadap kedatangan Bung Karno di lapangan terbang, sungguhpun Bung Karno datang dengan pesawat terbang Amerika (PanAm). Atas peristiwa itu, Bung Karno mengaku terharu, bahkan air matanya berlinang-linang.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Demikian pula ketika Bung Karno berkunjung ke Cina. Di Beijing, rakyat Cina menyambut kedatangan Bung Karno dengan arak-arakan pawai raksasa serta tembakan penghormatan. Bung Karno bahkan bisa merasakan, orang-orang yang ikut dalam rombongannya, ikut merasakan bangga. Bangga karena bangsa Indonesia yang telah diinjak-injak, kini telah mengambil tempatnya, berdiri di antara bangsa-bangsa besar.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-74529766302580721692011-10-19T08:22:00.001-07:002011-10-19T08:22:21.035-07:00052. PELACUR MARKONAH KIBULI SOEKARNO<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/soekarno01rs5.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-690" height="728" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/soekarno01rs5.jpg?w=460&h=728" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="soekarno01rs5" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera. Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat,” jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkat saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. “Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,” beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. “Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat,” ulas Anhar.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-75555547379075538122011-10-19T08:20:00.001-07:002011-10-19T08:20:31.679-07:00051. PELACUR DIBALIK PERJUANGAN SOEKARNO<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/tonys-files-3221.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-712" height="305" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/tonys-files-3221.jpg?w=460&h=305" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="tonys files 3221" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Pelacur, kata-kata ini terasa tabu untuk keluar dari mulut mereka yang merasa punya kehormatan. Tapi benarkah semua pendapat ini. Dan adakah kata percaya bila saya katakan bahwa pelacur ikut andil bagian dalam masa perjuangan. Saya yakin anda akan serentak menjawab “Tidak, sekali lagi tidak.” Bila itu jawaban anda lalu bagaimana anda menanggapi serpihan kisah Bung Karno dengan para pelacur</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ternyata, para pelacur ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keberatan dengan kalimat itu? Baiklah. Ratusan pelacur, ya… 670 pelacur kota Bandung, mendukung perjuangan Bung Karno mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Masih ada yang keberatan dengan kalimat itu?</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Biar saja. Sebab, Bung Karno sendiri tidak keberatan. Kepada penulis otobiografinya, Cindy Adams, Bung Karno mengisahkan bagaimana ia mendirikan PNI lantas merekrut para pelacur menjadi anggotanya. Tak urung, tercatat 670 pelacur berbondong-bondong menjadi anggota PNI. Oleh Bung Karno, mereka dipuji sebagai para loyalis sejati, yang mau menjalankan perintah Bung Karno untuk kepentingan pergerakan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Keputusan kontroversial Bung Karno itu, bukannya tanpa tentangan. Pada suatu waktu, ia bahkan bertengkar hebat dengan kawan sepertjuangan, Ali Sastroamidjojo ihwal perempuan lacur di tubuh PNI ini. Berikut ini dialog silang pendapat keduanya…</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Sangat memalukan!” Ali memprotes. “Kita merendahkan nama dan tujuan kita dengan memakai perempuan sundal –kalau Bung Karno dapat memaafkan saya memakai nama itu. Ini sangat memalukan!” kecam Ali Sastro bertubi-tubi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Kenapa?” sergah Bung Karno, seraya menambahkan, “mereka jadi orang revolusioner yang terbaik. Saya tidak mengerti pendirian Bung Ali yang sempit!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Ini melanggar susila!” Ali terus menyerang.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">“Apakah Bung Ali pernah menanyakan alasan mengapa saya mengumpulkan 670 orang perempuan lacur?” tanya Bung Karno, dan segera dijawabnya sendiri, “Sebabnya ialah, karen saya menyadari, bahwa saya tidak akan dapat maju tanpa suatu kekuatan. Saya memerlukan tenaga manusia, sekalipun tenaga perempuan. Bagi saya peroalannya bukan bermoral atau tidak bermoral. Tenaga yang ampuh, itulah satu-satunya yang kuperlukan.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ali tak kurang argumen, “Kita cukup mempunyai kekuatan tanpa mendidik wanita-wanita ini. PNI mempunyai cabang-cabang di seluruh Tanah Air dan semuanya ini berjalan tanpa anggota seperti ini. Hanya di Bandung kita melakukan hal semacam ini.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bung Karno menjelaskan, “Dalam pekerjaan ini, maka gadis-gadis pelacur atau apa pun nama yang akan diberikan kepada mereka, adalah orang-orang penting.” Bung Karno bahkan mengultimatum Ali dengan mengatakan, “Anggota lain dapat kulepas. Akan tetapi melepaskan perempuan lacur… tunggu dulu!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dengan referensi yang ada di kepalanya, mengalirlah argumen Sukarno yang lain. Ia menarik contoh Madame de Pompadour, yang disebutnya tak lebih dari seorang pelacur pada mulanya, tetapi kemudian ia dapat memainkan peran politik yang penting, bahkan akhirnya menjadi salah satu selir raja Louis XV antara tahun 1745 – 1750.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kemudian Bung Karno juga mencuplik kisah Theroigne de Mericourt, pemimpin besar dari Perancis awal abad ke-19. Bung Karno menunjuk pula barisan roti di Versailles. “Siapakah yang memulainya? Perempuan-perempuan lacur,” ujar Bung Karno dengan mantap.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Sampai di situ, Ali Sastroamidjojo tak lagi mendebat. Sekalipun ekspresi wajahnya belum sepenuhnya menerima, tetapi setidaknya, ia harus mencari bahan-bahan lain sebelum memulai perdebatan sengit kembali dengan Bung Karno. Terlebih jika itu dimaksudkan untuk “mengalahkan” Sukarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Alkisah… 670 pelacur Kota Bandung, selanjutnya menjadi <em>informan (inforgirl</em>…?) bagi Bung Karno. Alkisah, 670 perempuan lacur Kota Kembang, menjadi mata bagi Bung Karno. Alkisah, 670 wanita sundal Paris van Java, menjadi telinga bagi Bung Karno.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-65990768194727401742011-10-19T08:18:00.000-07:002011-10-19T08:18:08.426-07:00050. NIKAH TELEGRAM ALA BUNG KARNO<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/presidensoekarno1.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-706" height="295" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/11/presidensoekarno1.jpg?w=460&h=295" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="presidensoekarno1" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Inilah sekelumit kisah asmara Sukarno – Fatmawati. Begitu unik. Begitu mambara. Begitu dalam. Berikut ini adalah sepenggal kalimat cinta Bung Karno kepada Fatmawati, melalui sepucuk surat cintanya tertanggal 11 September 1941… <em>O, Fatma, jang menjinarkan tjahja. Terangilah selaloe djalan djiwakoe, soepaja sampai dibahagia raja. Dalam swarganya tjinta-kasihmoe….</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">pertalian cinta terjadi saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu. Ketika itu, tentu saja. Bung Karno sudah beristrikan Inggit Garnasih, dan tidak dikaruniai putra. Tetapi, bukan Bung Karno kalau tidak berjiwa ksatria. Meski harus mengorbankan hubungan yang begitu baik, tetapi niat menyunting Fatma, toh tetap diutarakan juga kepada Inggit.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Sepulang dari pengasingan, Bung Karno selalu murung. Ia benar-benar dilabrak demam cinta. Anak angkatnya, Ratna Juami dan suaminya, Asmara Hadi, mengetahui bahwa Bung Karno sedang demam cinta, demam rindu kepada Fatmawati nun di Bengkulu sana. Ratna dan Asmara Hadi pula yang memohon-mohon kepada Inggit, agar merelakan Bung Karno menikahi Fatmawati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Inggit <em>keukeuh</em> menolak dimadu, dan menyepakati perceraian. Inggit sepakat kembali ke Bandung. Hari terakhir bersama Bung Karno, Inggit menyempatkan diri ke dokter gigi. Bung Karno masih setia menemani. Bahkan ketika bertolak ke Kota Kembang, Bung Karno pun turut serta. Turut membongkar barang-barang Inggit. Setelah mengecek dan memastikan tidak ada sesuatu yang tertinggal, Bung Karno pun mengucapkan selamat tinggal kepadanya…..</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Nah, bulan Juni 1943, Bung Karno menikahi Fatmawati. Bung Karno di Jakarta, sedangkan Fatmawati ada di Bengkulu. Bagaimana mungkin? Bung Karno menikahi Fatmawati secara nikah wakil. Sebab, kalau harus mengurus perizinan ke Jakarta untuk Fatma dan seluruh keluarganya, pada saat itu, sangat musykil. Di sisi lain, karena tuntutan pergerakan dan perjuangan, Bung Karno pun tidak mungkin meninggalkan Jakarta ke Bengkulu untuk menikah. Di sisi lain, Bung Karno merasa, tidak mungkin bisa menahan lebih lama lagi untuk menikahi Fatmawati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Menurut hukum Islam, perkawinan dapat dilangsungkan, asal ada pengantin perempuan dan sesuatu yang mewakili mempelai laki-laki. Maka, Bung Karno segera berkirim telegram kepada seorang kawan akrabnya di Bengkulu, dan memintanya menjadi wakil Bung Karno menikahi Fatmawati. Kawan Bung Karno ini pun bergegas ke rumah Fatmawati, dan menunjukkan telegram dari Bung Karno. Orangtua Fatmawati menyetujui gagasan itu. Alkisah, pengantin putri dan wakil Bung Karno pergi menghadap penghulu, dan sekalipun Famawati ada di Bengkulu dan Bung Karno di Jakarta, pernikahan itu pun dilangsungkan, dan keduanya sudah terikat tali perkawinan.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-22409374327477473022011-10-19T08:09:00.001-07:002011-10-19T08:09:55.817-07:00049. BENARKAH SOEKARNO PENGANUT AHMADIYAH?<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-097.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-1702" height="691" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-097.jpg?w=460&h=691" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="tonys file 097" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Benarkah Bung Karno Penganut Ahmadiyah ?</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tokoh politik dan tokoh agama pada umumnya dipegang oleh tokoh yang berlainan, tetapi rumusan ini tidak berlaku untuk sosok Bung Karno. Demikian tingginya nilai jual Bung Karno sehingga berbagai golongan saling berebut untuk menjadi pengikut Bung Karno, atau dengan tanpa rasa segan mereka menyebut Bung Karno menjadi pengikut aliran atau golongan yang mereka pimpin.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ahmadiyah sebagai sebuah sekte keagamaan yang senantiasa menimbulkan kontro versi ternyata juga tidak segan-segan untuk mengklaim Bung Karno sebagai pengikutnya. Langkah ini diambil guna mempercepat pertumbuhan Ahmadiyah di Indonesia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bayangkan, entah untuk maksud diskredit, atau maksud mencari dukungan, Bung Karno pernah dikabarkan sebagai pendiri Ahmadiyah dan propagandis Ahmadiyah di bagian Celebes (Sulawesi). Bagi yang anti-Sukarno, berita itu bisa dijadikan alat untuk mendiskreditkannya. Sementara bagi penganut Ahmadiyah, “mencatut” nama besar Bung Karno sebagai pendiri Ahmadiyah, bisa menjadi alat propaganda yang luar biasa.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kabar itu ditiupkan sekitar tahun 1935, tahun di mana Bung Karno (dan keluarga) hidup dalam pembuangan di Endeh. Kabar itu dibawa kawan Bung Karno yang baru datang dari Bandung. Ia mengabarkan bahwa suratkabar <em>Pemandangan </em>telah memasang<em> entrefilet</em> atau semacam maklumat yang menyebutkan bahwa Bung Karno telah mendirikan cabang Ahmadiyah sekaligus menjadi propagandis Ahmadiyah bagian Celebes (Sulawesi).</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Saat kabar itu diterima, suratkabar <em>Pemandangan</em> belum lagi sampai di Endeh. Tapi Bung Karno percaya dengan si pembawa kabar. Karenanya, ia berpesan kepada temannya itu untuk langsung melakukan <em>counter</em>, bantahan. “Katakan, bahwa saya bukan anggota Ahmadiyah, jadi mustahil saya mendirikan cabang Ahmadiyah atau menjadi propagandisnya. Apalagi buat bagian Celebes! Sedangkan pelesir ke sebuah pulau yang jauhnya hanya beberapa mil saja dari Endeh, saya tidak boleh!” tegas Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno sendiri menengarai, dikait-kaitkannya nama dia dengan Ahmadiyah, sangat mungkin karena intensitasnya mempelajari agama (Islam) selama di Endeh. Ia bersurat-suratan dengan H. Hassan, seorang ulama dari Persatuan Islam yang tinggal di Bandung. Surat-surat keagamaan antara Bung Karno dan Hassan bahkan menjadi kajian yang sangat menarik bagi para pemerhati Islam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sekalipun begitu toh, dalam salah satu surat Bung Karno kepada A. Hassan ia menyampaikan terima kasihnya kepada Ahmadiyah. Entah terima kasih untuk apa. Yang jelas, dalam surat tersebut, Bung Karno juga menuliskan sikapnya, “Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah seorang nabi dan belum percaya pula bahwa dia seorang mujadid.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Itulah Bung Karno, Putera Sang Fajar yang terlahir dengan berbagai kontroversi, namun demikian tetap tidak dapat kita pungkiri bahwa Bung Karno adalah anugerah dari Allah SWT untuk bumi Pertiwi.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-29006978734964915602011-10-19T08:07:00.000-07:002011-10-19T08:07:55.612-07:00048. KERIKIL TAJAM UNTUK SINGAPORE<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-117.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1256 aligncenter" height="657" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-117.jpg?w=460&h=657" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 117" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><br />
Kerikil Tajam Untuk Singapura</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Terlalu lama sudah bangsa Indonesia menjadi negeri jajahan, sehingga kepekaan serta harga diri sebagai suatu bangsa telah hilang. Kemerdekaan yang dimiliki sepertinya hanya sebuah mimpi, dan untuk itulah Bung Karno senantiasa memekikkan kata MERDEKA setiap orasinya. Bung Karno ingin menyadarkan rakyat Indonesia bahwa negeri ini memang sudah merdeka, bukan lagi sebuah mimpi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Begini cara Bung Karno menggembleng bangsanya: Militan dan spartan! Salah satu “senjata” penggembleng bangsa adalah pekik “Merdeka!”. Dalam banyak kesempatan bertemu rakyatnya, rakyat yang paling bawah sebawah-bawahnya, sampai kepada rakyat kelas tinggi setinggi-tingginya, tanpa kecuali, Bung Karno tak pernah menanggalkan pekik “Merdeka!”.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tak urung, pekik “Merdeka!” sempat pula menjadi kerikil baginya. Disebut kerikil karena dampaknya memang tidak sampai melukai kaki. Akan tetapi, “kerikil” kecil tadi, tetap menarik karena berkaitan dengan seorang diri seorang Sukarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ini kisah tahun 1955, satu tarikan peristiwa dengan keberangkatan Sang Proklamator ke Tanah Suci, menunaikan rukun Islam kelima. Sepuluh tahun pasca proklamasi, para calon jemaah haji Indonesia masih banyak yang pergi ke Tanah Suci menggunakan moda transportasi laut, alias kapal. Lama perjalanan pergi-pulang bisa dua bulan. Sedangkan Bung Karno? Dia adalah seorang Presiden. Tentu saja menggunakan pesawat terbang.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sekalipun begitu, penerbangan Jakarta – Jeddah atau Jakarta – Madinah, tidak selancar sekarang. Tahun 1955, sekalipun seorang Presiden, harus berganti-ganti pesawat, serta singgah di sejumlah kota sebelum mendarat di jazirah Arab. Pertama-tama, Bung Karno dan rombongan haji, singgah di Singapura. Dari Singapura, pesawat tidak langsung menuju Arab, melainkan singgah di Rangoon, New Delhi, Karachi, Baghdad, Mesir… barulah mendarat di Saudi Arabia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Nah, “kerikil” tadi adanya di Singapura. Demi mendengar presidennya akan singgah, puluhan ribu rakyat Indonesia yang berada di Singapura antusias mengadakan penyambutan. Mereka bahkan mendaulat Bung Karno agar memberi wejangan, memberikan amanat.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Rakyat bagi Bung Karno adalah udara segar. Karenanya, atas daulat rakyatnya di Singapura tadi, Bung Karno memenuhinya dengan serta-merta. Dalam pidato yang berapi-api, beberapa kali Bung Karno memekik kata “Merdeka… Merdeka… Merdeka!!!”. Inilah sebuah pekik yang kemudian menjadi semacam “bom waktu”.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Usai berpidato, Bung Karno pun melanjutkan perjalanan haji melalui persinggahan di sejumlah kota tadi. Belum lama pesawat <em>take off </em>dari bandara Singapura, para wartawan geger. Mereka menyoal pekik “Merdeka” yang berkali-kali Bung Karno teriakkan di hadapan rakyat Indonesia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Keesokan harinya, pers imperialisme Singapura menulis besar-besar: “Presiden Sukarno menjalankan <em>ill-behaviour</em>“. Ya, Bung Karno dituding tidak tahu sopan-santun, kurang ajar. Kata pers Singapura, Singapura itu bukan negeri merdeka (pada waktu itu), dan Bung Karno tahu itu. Singapura masih dalam kekuasaan asing, dan Bung Karno juga tahu itu. Mengapa pula Bung Karno memekikkan pekik “Merdeka!” ?</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Selama Bung Karno di Tanah Suci, pers Singapura terus saja geger menyoal Bung Karno yang dituding ngompori rakyat Singapura untuk merdeka. Maka, mereka pun ancang-ancang menunggu kepulangan Bung Karno dari ibadah haji. Karena, suka-tidak-suka, pesawat yang membawa Bung Karno pasti akan singgah di Singapura, sebelum meneruskan perjalanan ke Tanah Air.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Benar. Ketika pulang, dan mendarat di Singapura, wartawan-wartawan asing yang ada di Singapura langsung memberondong Bung Karno dengan berbagai pertanyaan seputar “bom pekik merdeka” yang ditinggalkannya dulu sebelum ia berangkat haji. “Tahukah Paduka Yang Mulia Presiden, bahwa tatkala Paduka Presiden meninggalkan kota Singapura di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, Paduka dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill behaviour, oleh karena Paduka Presiden memekikkan pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik merdeka! Apa jawab Paduka Presiden atas tuduhan itu?” tanya wartawan kepada Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno dengan tenangnya menjawab, “Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia, warganegara Republik Indonesia berjumpa dengan warga negara Republik Indonesia, pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia, selalu memekikkan pekik ‘merdeka’! Jangankan di surga, di dalam neraka pun!!!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Wartawan-wartawan imperialis itu cuma bisa melongo…</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Soekarno tepatnya Presiden Soekarno selalu membuat kita bangga memilikinya.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-78967568395034967342011-10-19T07:57:00.000-07:002011-10-19T07:57:25.255-07:00047. TUGAS BERAT PEMIMPIN BESAR REVOLUSI<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-282.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1246 aligncenter" height="345" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-282.jpg?w=460&h=345" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 282" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Tugas Terberat Pemimpin Besar Revolusi</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Terlalu banyak hal yang sudah dilakukan oleh Bung Karno, merintis kemerdekaan, memimpin jalannya revolusi di Indonesia dan banyak hal lagi yang harus dia lakukan demi Indonesia yang baru merdeka.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Namun demikian Bung Karno sebagai Presiden RI, Pemimpin Besar Revolusi dan Panglima Tertinggi ABRI masih harus melaksanakan tugas yang sangat berat yakni menjadi mak comblang Bung Hatta, dan mungkin pada hakekatnya tugas ini jauh lebih berat dibangding tugas lainnya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di Palestina ada Yasser Arafat, di Indonesia ada Mohamad Hatta. Keduanya sama-sama “wadat”, berikrar tidak akan menikah sebelum negaranya merdeka. Karenanya, Bung Karno, dalam suatu kesempatan yang rileks pasca kemerdekaan, menanyakan tentang calon pasangan hidup. Setidaknya karena dua alasan. Pertama, Indonesia sudah merdeka. Kedua, usia Hatta tidak muda lagi, 43 tahun.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Hatta tidak menampik topik melepas masa lajang. Terlebih, Bung Karno pun menyatakan siap menjadi mak comblang, bahkan melamarkan gadis yang ditaksirnya. Ketika Bung Karno bertanya kepada Hatta ihwal gadis mana yang memikat hatinya, Hatta menjawab, “Seorang gadis yang kita jumpai waktu kita berkunjung ke Institut Pasteur Bandung. Dia begini, begitu…. tapi saya belum tahu namanya.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Usut punya usut, selidik punya selidik, gadis Parahyangan yang ditaksir Hatta adalah putri keluarga Rahim (Haji Abdul Rahim). Maka, ketika kira-kira sebulan setelah proklamasi Bung Karno berunjung ke Bandung, ia sempatkan mampir ke rumah keluarga Rahim di Burgermeester Koops Weg, atau yang sekarang dikenal sebagai Jl. Pajajaran No. 11. Bung Karno bertamu hampir tengah malam, jam 23.00.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Meski sempat diingatkan ihwal jam yang menunjuk tengah malam, tapi Bung Karno tetap keukeuh bertamu malam itu juga. Ia berdalih, tidak menjadi soal, karena ia kenal baik dengan keluarga Rahim. Persahabatan lama yang telah terjalin sejak Bung Karno kuliah di THS (sekarang ITB) Bandung. Apa lacur, setiba di rumah keluarga Rahim, ia disambut dampratan dari Ny. Rahim. Sebuah dampratan antar teman, mengingat Bung Karno datang bertamu tidak kenal waktu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Untuk mereda dampratan tadi, dipeluklah Ny. Rahim dan diutarakanlah niatnya, “Saya datang untuk melamar.” Tuan dan Ny. Rahim bertanya serempak, “Melamar siapa? Untuk siapa?” Bung Karno langsung menjawab, “Melamar Rahmi untuk Hatta.” Dalam kisah lain diceritakan, adik Rahmi, yang bernama Titi, sempat mempengaruhi Rahmi supaya menolak lamaran Bung Karno, dengan alasan, Hatta jauh lebih tua dari Rahmi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Berkat “rayuan” Bung Karno pula akhirnya Rahmi menerima pinangan tadi. Bung Karno meminta Rahmi melihat Fatmawati yang juga berbeda usia cukup jauh dengan Bung Karno, tetapi toh mereka bahagia. Alkisah, Hatta dan Rahmi resmi menikah di Megamendung pada tanggal 18 November 1945, hanya disaksikan keluarga besar Rahim, keluarga besar Bung Karno dan Fatmawati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dari pernikahan itu, lahirlah putri pertama mereka, Meutia Farida yang lahir di Yogyakarta 21 Maret 1947. Nama Meutia datang dari neneknya yang asli Aceh. Sedangkan Farida diambil dari nama permaisuri Raja Farouk dari Mesir yang cantik jelita. Setelah itu, disusul kelahiran putri keduanya, Gemala, dan putri ketiga Halida Nuriah.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Berbanggalah keluarga besar Bung Hatta, karena penyambung ikatan pernikahannya dilakukan oleh seorang pemimpin legendaries Bung Karno.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-36606951007370004142011-10-19T07:53:00.001-07:002011-10-19T07:53:07.690-07:00046. PERSETAN DENGAN PBB<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-010.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-1244" height="305" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/10/tonys-file-010.jpg?w=460&h=305" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="tonys file 010" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><br />
Persetan Dengan PBB</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah. Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat Indonesia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Berulang-kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini terkait dengan sakit ginjalnya, yakin makin para di akhir tahun 60-an. “Kalau Bapak bisa tenang sedikit, dan tidak berteriak-teriak, niscaya Bapak tidak akan mendapat <em>ulcers</em>.” Yang dimaksud dokter adalah peradangan pada lambung akibat sakit ginjalnya itu. Baru saja dokter berhenti memberikan nasihatnya, Bung Karno meradang dan berteriak, “Bagaimana aku bisa tenang kalau setiap lima menit menerima kabar buruk?”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Berteriak adalah “hobi” Sukarno. Ia berteriak untuk memberi semangat rakyatnya. Ia berteriak juga untuk mengganyang musuh-musuh negara. Jika konteksnya adalah membakar semangat rakyat, maka Bung Karno adalah seorang orator ulung. Bahkan paling unggul pada zamannya. Sebaliknya, jika ia berteriak karena terinjak dan teraniaya harga dirinya sebagai presiden dan kepala negara, maka Sukarno adalah presiden paling berani yang pernah hidup di atas bumi ini.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu”, yang ini saat Indonesia berkonfrontasi dengan di negara boneka bernama Malaysia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pun pernah dilawan. Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia – Malaysia. Ada enam alasan yang tak bisa dibantah siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Pertama</em>, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Kedua</em>, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan. Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam<em>preambule</em>-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Ketiga</em>, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Keempat</em>, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Kelima</em>, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk, kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Keenam</em>, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bagi sebagian kepala negara, sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad. Bung Karno tidak hanya kelua dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces/ Conefo) sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB. Konferensi ini sedianya digelar akhir tahun 1966. Langkah tegas dan berani Sukarno langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga mendukung.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10 – 22 November 1963<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1963" style="color: #cc0000; text-decoration: underline;" title="1963">.</a> Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia, bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB. Bung Karno sudah mengeluarkan terobosan itu. Sayang, konspirasi internasional (Barat) yang didukung segelintir pengkhianat dalam negeri (seperti Angkatan ’66, sejumlah perwira TNI-AD, serta segelintir cendekiawan pro Barat, dan beberapa orang keblinger), berhasil merekayasa tumbangnya Bung Karno. <em>Wallahu a’lam.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Namun demikian semua harus menyadari bahwa Soekarno hanya bagian kecil dari sebuah lakon cerita yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa</em></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-49383618125736929802011-10-19T07:50:00.001-07:002011-10-19T07:50:45.729-07:00045. SURAT UNTUK SEORANG SAHABAT<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-513.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1019 aligncenter" height="345" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-513.jpg?w=460&h=345" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 513" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Surat Untuk Seorang Sahabat</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Peristiwa G30S PKI atau Gestok Presiden Soekarno menyebutnya ternyata tidak hanya mengguncang Indonesia, dunia Internationalpun turut terbelalak dan dengan hati berdebar menunggu apa yang selanjutnya akan terjadi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Fidel Castro yang merupakan sahabat dekat Presiden Soekarno sempat melayangkan surat khusus yang dibawa langsung oleh Dubes Kuba.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Persahabatan Bung Karno (Indonesia) dengan Fidel Castro (Kuba), sudah terjalin sangat baik. Bahkan secara pribadi, Bung Karno dan Fidel Castro memiliki beberapa persamaan karakter. Di antara sekian banyak karakter, salah satunya adalah sama-sama berjiwa progresif revolusioner. Keduanya orang-orang kiri, orang-orang sosialis, anti Nekolim. Karenanya, tentu saja, keduanya juga menjadi musuh atau setidaknya dimusuhi Amerika Serikat dan sekutunya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pasca tragedi Gestok (Gerakan Satu Oktober) atau yang oleh Orde Baru disebut Gerakan 30 September/PKI itu, terjadi dialog cukup intens antara Bung Karno dan Castro, antara lain melalui perantara Dubes Hanafi, orang kepercayaan Sukarno yang menjadi duta besar Indonesia di Kuba.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Nah, surat Bung Karno kepada Fidel Castro berikut ini, sedikit banyak menggambarkan situasi ketika itu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Presiden Republik Indonesia</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>P.J.M. Perdana Menteri Fidel Castro, Havana</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Kawanku Fidel yang baik!</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Lebih dulu saya mengucapkan terima kasih atas suratmu yang dibawa oleh Duta Besar Hanafi kepada saya.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Saya mengerti keprihatinan saudara mengenai pembunuhan-pembunuhan di Indonesia, terutama sekali jika dilihat dari jauh memang apa yang terjadi di Indonesia – yaitu apa yang saya namakan Gestok dan yang kemudian diikuti oleh pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh kaum kontra revolusioner, adalah amat merugikan Revolusi Indonesia.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Tetapi saya dan pembantu-pembantu saya, berjuang keras untuk mengembalikan gengsi pemerintahan saya, dan gengsi Revolusi Indonesia. Perjuangan ini membutuhkan waktu dan kegigihan yang tinggi. Saya harap saudara mengerti apa yang saya maksudkan, dan dengan pengertian itu membantu perjuangan kami itu.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Dutabesar Hanafi saya kirm ke Havana untuk memberikan penjelasan-penjelasan kepada saudara.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Sebenarnya Dutabesar Hanafi masih saya butuhkan di Indonesia, tetapi saya berpendapat bahwa persahabatan yang rapat antara Kuba dan Indonesia adalah amat penting pula untuk bersama-sama menghadap musuh, yaitu Nekolim.</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Sekian dahulu kawanku Fidel!</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Salam hangat dari Rakyat Indonesia kepada Rakyat Kuba, dan kepadamu sendiri!</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Kawanmu</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>ttd</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Sukarno</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><em>Jakarta, 26 Januari 1966</em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Surat Bung Karno kepada Fidel Castro itu menggambarkan betapa revolusi Indonesia mundur ke titik nol. Betapa Bung Karno tengah menyusun kekuatan untuk memulihkan keadaan. Sejarah kemudian mencatat, ia digulingkan Soeharto. Atau dia sengaja menggulingkan diri demi menghindari percikan darah diatas bumi pertiwi yang begitu dia cintai</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-25056795298394046522011-10-15T09:55:00.000-07:002011-10-15T09:55:12.853-07:00044. SOEKARNO: ADAKAH RASA TAKUT DI HATIMU<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-4781.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1015 aligncenter" height="301" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-4781.jpg?w=460&h=301" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 4781" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Soekarno: Adakah Rasa Takut di Hatimu</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Takut. Takut merupakan suatu perasaan yang tumbuh secara alami dalam diri manusia. Dengan sifat alaminya maka rasa takut pada diri manusia yangs satu akan berbeda dengan manusia yang lainnya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Rasa takut seorang pejabat adalah kehilangan jabatannya. Rasa takut seorang kaya adalah jatuh miskin dan masih banyak lagi rasa takut yang lain yang akan hadir pada diri manusia. Sekali lagi semua manusia tak terkecuali Pemimpin Besar Revolusi, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Panglima Tertinggi ABRI Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Anda tahu apa yang paling ditakutkan Bung Karno dalam hidupnya? Bukan jeruji besi. Bukan intimidasi Belanda. Bukan pembuangan. Bukan pula percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Hanya satu ketakutan Bung Karno, takut dibenci anak. Hingga ajal menjemput, ketakutan itu memang tidak pernah terjadi. Ia begitu disayang putra-putrinya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ketakutan dibenci anak, menghinggapi relung sanubari Bung Karno, saat anak-anaknya (terutama dari Fatmawati) beranjak remaja menjelang dewasa. Saat nalar dan naluri berkembang, mereka mulai memiliki kemampuan untuk berpendapat. Saat benak dan otaknya berkembang, mereka mulai berani mengemukakan pendapat.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ada banyak kejadian, putra-putri Bung Karno menampakkan ketidaksukaannya di saat Bung Karno menghabiskan hari Jumat hingga Senin di Istana Bogor, bersama Ibu Hartini dan dua putranya (Taufan dan Bayu). Sikap-sikap berontak itu disampaikan dengan cara yang berbeda, antara Guntur, Mega, Rachma, Sukma, dan Guruh.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno bukannya tidak tahu. Dia paham betul. Sekalipun begitu, Bung Karno menyikapi dengan sangat hati-hati. Tidak pernah sekalipun Bung Karno marah atas sikap putra-putrinya yang mulai kritis. Bung Karno tidak pernah mengambil sikap keras apa pun manakala mereka mulai berunjuk rasa.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Terhadap putra-putrinya yang “berontak”, Bung Karno menyikapi dengan lembut, akrab, dan memendam emosi. Bahkan, tanpa sepengetahuan putra-putrinya, Bung Karno sering memanggil para pengasuh mereka. Nah, kepada para pengasuh itulah Bung Karno “curhat”. Penutup curhat tentang kelakuan putra-putrinya adalah sebuah pesan bernada titipan, “Tolong jaga dan beri pengertian anak-anak. Jangan sampai mereka membenci saya.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bagi Bung Karno, anak adalah hal utama. Sering terjadi kisah menarik, manakala untuk mengistimewakan anak, terpaksa istri muda harus mengalah. Satu contoh adalah pada saat Bung Karno menggelar wayang kulit di Istana. Protokol sudah mengatur tempat duduk sedemikian rupa. Ketika itu, Bung Karno baru saja memperistri Harjatie, mantan pegawai Setneg yang pandai menari.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Nah, Harjatie sempat tersinggung dan marah kepada Bung Karno, karena disuruh duduk di bangku deretan kedua. Sementara ada satu kursi kosong di sebelah kiri Bung Karno di deret terdepan. Kursi itu dibiarkan kosong sampai akhirnya datang Megawati dan langsung duduk di kursi kosong di samping kiri bapaknya. Ya, Bung Karno lebih mengutamakan putrinya daripada istri mudanya. Karena apa? Ia tidak takut dibenci istri muda, tetapi sangat takut dibenci anak.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Itulah Bung Karno, sosok yang dikenal piawai dalam menarik hati wanita ternyata masih menempatkan perasaan putera dan puterinya diatas segalanya, bahkan sampai pada batas menimbulkan rasa takut.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-24737283443259692662011-10-15T09:52:00.000-07:002011-10-15T09:52:08.552-07:00043. AKU BUKAN SANTRI, TAPI AKU MUSLIM SEJATI 2<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-135.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1023 aligncenter" height="691" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-135.jpg?w=460&h=691" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 135" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>Aku Bukan Santri, Tapi Aku Muslim Sejati</strong><br />
<strong>Bagian: 2</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dalam mempelajari Islam, Bung Karno meminta bahan-bahan dari Persatuan Islam Bandung, ia ingin mencocokkan dengan pandangannya sendiri. Ia ingin membaca buku The Spirit of Islam yang terkenal karya Syed Ameer Ali umpamanya, untuk dibandingkan dengan pandangannya sendiri. Karena ia telah memiliki persepsi dan asumsi mengenai ajaran Islam, maka ia ingin menampilkan pandangannya sendiri tentang Islam. Ia berfikir, hendaknya dilakukan kritik terhadap paham-paham Islam yang tradisional, untuk kemudian dikembalikan kepada sumber ajaran Islam yang paling autentik, yaitu al Qur’an. Anehnya, Soekarno yang bersemangat itu, menganjurkan dipakainya ilmu pengetahuan modern (modern science), seperti ilmu-ilmu sosial, biologi, astronomi atau elek-tronika untuk memahami al Qur’an.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dalam perkataannya sendiri:<br />
Bukan sahaja kembali kepada al Qur’an dan Hadist, tetapi kembali kepada al Qur’an dan Hadist dengan mengendarai kendaraannya pengetahuan umum. Ia bersikap kritis terhadap kitab-kitab tafsir, seperti ka-rangan Al-Baghawi, Al-Baidhawi dan Al Mazhari, karena tafsir-tafsir itu belum memakai ilmu pengatahuan modern.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pandangan jauhnya terlihat dalam ucapannya sebagai berikut:<br />
Bagaimana orang bisa betul-betul mengerti firman Tuhan bahwa segala sesuatu itu dibikin oleh Nya ‘berjodoh-jodohan’, kalau tak mengetahui biologi, tak mengetahui elektron, tak mengetahui positif dan negatif,tak me-ngetahui aksi dan reaksi?. Bagaimana orang bisa mengatahui firmanNya, bahwa kamu melihat dan menyangka gu-nung-gunung itu barang keras, padahal semuanya itu berjalan selaku awan, dan sesungguhnya langit-langit itu asal-muasalnya serupa zat yang berlaku, lalu kami pecah-pecah dan dan kami jadikan segala barang yang hidup daripada air, kalau tidak mengerti sedikit astronomy? Dan bagaimanakah mengerti ayat-ayat yang meriwayat kan Iskandar Zulkarnain, kalau tidak mengerti sedikit history dan archeology?</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pendekatan inilah yang kelak diikuti oleh scientist Muslim seperti Sahirul Alim, Ahmad Baiquni atau M. Immaduddin Abdurrahim.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ia menganjurkan agar umat Islam itu tidak menengok ke belakang, termasuk hanya mengagumi dan mengaung-agung kan zaman kejayaan Islam (Islamic Glory), melainkan melihat jauh kemuka. Kuncinya adalah membuang jauh sikap anti-Barat secara priori. Ia juga mengecam sikap tradisional yang disebutnya sebagai semangat kurma dan semangat sorban. Saran lain yang dikemukakannya adalah tidak terpaku pada yang halal dan haram saja, tetapi juga kepada hal-hal yang mubah dan jaiz, dimana umat Islam mempunyai kemerdekaan berfikir, sesuai dengan hadist nabi “Engkau lebih tahu mengenai masalah duniamu (antum a’lamu bi umuri duniakum).”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tidak saja di lapangan pemikiran, Soekarno banyak menganjurkan perhatian, tetapi juga di bidang da’wah. Ia mengagumi kegiatan misi Katholik di Flores dan menganjurkan agar hal yang sama bisa dilakukan oleh da’wah Islam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kritik Soekarno muda memang blak-blakan dan keras, sehingga ia sendiri merasa bisa disalah-pahami sebagai anti-Islam. Walaupun menyadari risiko itu, ia tidak berhenti mengkritik paham-paham Islam yang kolot. Tapi lebih tepatnya, di bidang da’wah ia lebih bersimpati kepada muballig-muballig yang modern-scientific dan mengecam muballig-mubalig ala kyai bersorban dan ala hadramaut. Ia sangat menghargai umpamanya, muballig seperti Mohammat Natsir yang menulis Islam dalam bahasa Belanda untuk kaum terpelajar.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ia agaknya menginginkan, agar umat Islam mengembangkan segi keduniaanya yang nabi Muhammad saw telah me-mberikan kebebasan berfikir. Dalam rumusannya sendiri ia berkata:</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kita tidak ingat bahwa Nabi saw sendiri telah menjaizkan urusan dunia menyerahkan kepada kita sendiri perihal urusan dunia, membenarkan segala urusan dunia yang baik dan tidak haram atau tidak makruh. Kita royal sekali dengan perkataan kafir , kita gemar sekali mencap segala barang yang baru dengan cap kafir. Pengetahuan Barat-kafir, radio dan kedokteran – kafir pantalon dan dasi dan topi-kafir, sendok dan garpu dan kursi-kafir, tulisan Latin – kafir, ya pergaulan dengan bangsa yang bukan Islampun – kafir ! Padahal apa-apa yang kita namakan Islam? Bukan Roch Islam yang berkobar-kobar, bukan api Islam yang menyala-nyala, bukan Amal Islam yang mengagumkan, tetapi …. dupa dan korma dan jubah dan celak mata !</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kritik-kritik terhadap Islam tradisional yang kolot, memang terasa tajam. Tetepi espresi itu sebanarnya jus tru menunjukkan sikap jujurnya. Ia tidak takut dicap anti-Islam. Namun sikap yang sangat menghendaki kemaju an itu agaknya pernah menimbulkan kejengkelan A. Hassan, sehingga Soekarno mudah dituduhnya telah kebablasan , sehingga cenderung menghalalkan apa yang dalam fiqih disebut haram. Soekarno memang banyak mengkritik pemikiran dan cara berfikir fiqih dan cara berfikir taqlid terhadap ulama terdahulu. Ia menginginkan ber-fikir dan melakukan reinterpretasi langsung kepada al Qur’an dan Hadist yang sahih, sebab ia percaya bahwa Hadist yang sahih tidak bertentangan dengan rasionalisme dan kemoderanan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Memang kritik-kritik Haji Agus Salim, A. Hassan dan Mohammad Natsir, ada kalanya cukup telak, misalnya dalam mengoreksi paham cinta tanah air yang bisa menjerumuskan kita ke dalam memberhalakan tanah air, bangsa dan ras.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Soekarno juga tidak merasa dendam terhadap para pengeritiknya, bahkan ia sangat menghargai pemikiran semacam dari Haji Agus Salim dan Natsir. Ketika Bung Karno telah menjadi Presiden RI, ia bahkan mengangkat Natsir sebagai sekretarisnya yang sangat ia percaya. Banyak yang menyayangkan bahwa hubungan Natsir-Soekarno itu retak. Kalangan Islam sendiri banyak menyayangkan sikap Natsir umpamanya, mengapa ia tidak memelihara hubungan dengan Soekarno, malahan lebih dekat dan dalam politik bahkan mengikut kepada Syahrir</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kritik-kritiknya terhadap paham Islam tradisional, betapapun tajam dan kerasnya. Kritiknya yang jelas terpampang dalam tulisannya yang berjudul: Tabir adalah lambang Perbudakan, Tabir tidak diperintahkan oleh Islam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tapi di sini, nampak prasangka baik Bung Karno terhadap Islam. Ia tidak menantang ajaran Islam itu sendiri, melainkan mengatakan bahwa tabir itu tidak diperintahkan Islam. Ia tidak percaya bahwa mensekat kelompok laki-laki dan perempuan itu adalah perintah Islam. Pandangan Bung Karno itu ternyata dibenarkan oleh Haji Agus Salim. Tapi sikap Bung Karno sendiri tegas dan uncompromising. Ia bahkan pernah protes dengan meninggalkan suatu pertemuan Muhammadiyah, karena pertemuan itu membuat tabir, padahal ia melihat tabir adalah lambang perbudakan perempuan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Soekarno muda sendiri tertarik kepada Islam karena wacana Sheikh Mohammad Abduh dan syed Jamaluddin Al afghani yang dikenal sebagai pelopor faham Islam modernis yang dikiuti oleh Masyumi dan Muhammadiyah.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Soekarno muda mengakui adanya apa yang disebut Islamisme yang merupakan sebuah ideologi, seperti Marxisme dan Nasionalisme.<br />
Tapi konsep Islamisme itu sendiri tidak lagi berkembang, selain beberapa tulisan Mohammad natsir tentang konsep negara dalam Islam atau islam sebagai dasar negara yang masih bersifat sangat umum. Hal ini menunjukkan betapa telah majunya pemikiran Bung Karno mengenai kemungkinan dikembangkannya sebuah ideologi Islamisme. Disini kita tidak melihat bahwa Bung Karno itu anti Islam-politik.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Masih tentang Islam Bung Karno pernah menjelaskan:<br />
Kaum Islamis tidak boleh lupa, bahwa kapitalisme, musuh Marxisme itu, ialah musuh Islamisme pula! Sebab meer warde sepanjang Marxisme, dalamn hakekatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang faham Islam. Meer warde, ialah teori: memakan hasil pekerjaan lain orang, tidak memberi bahagian keuntungan yang seharusnya menjadi bahagian kaum buruh yang bekarja mengeluarkan untung itu, –teori meerwarde itu disusun oleh Karl Marx dan Frederich Engels yang menarangkan asal-asalnya kapitalisme terjadi. Meerwarde inilah yang menjadi nyawa segala peraturan yang bersifat kapitalistis; dengan memerangi meerwarde inilah kaum Marxisme meme-rangi kapitalisme sampai pada aker-akarnya !</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pandangannya yang menyeluruh dan terbuka menganai islam digambarkan dalam karangannya dalam Panji Islam (1940) tentang Me `muda’ kan Pengertian Islam. Dalam karangannya itu ia antara lain mengemukakan preporisi tentang flkesibilitas hukum Islam. Ternyata pandangannya ini dikecam secara tajam dan sinis oleh A. Hassan. Padahal, Soekarno hanyalah mengutip pandangan Sayid Ameer Ali dalam bukunya The Spirit of Islam. Cuma Soekarno mempergunakan istilah yang kurang tepat, yaitu mengumpamakan fleksibilitas itu dengan karet, sehingga ditangkap oleh A. Hassan, bahwa Soekarno menganggap hukum Islam itu seperti hukum karet:<br />
hukum yang jempol haruslah seperti karet, katanya,<br />
dan kekaretan ini adalah teristimewa sekali pada hukum-hukum Islam.<br />
Padahal menurut citranya, hukum itu haruslah tegas untuk men jamin apa yang disebut kepastian hukum.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dalam tulisannya mengenai memudakan pengertian Islam itu Bung Karno sebenarnya ingin memajukan Islam dan masyarakat Islam. Ia ingin agar Islam yang telah dimudakan itu mampu membawa dan menjadi motor per-ubahan kemasyarakatan. Hanya saja di dalam kehidupan politik, Bung Karno tidak menyetujui penggunaan simbol Islam. Ia ingin Islam masuk ke dalam paham kebangsaan. Ia juga mengecap sistem ketata-negaraan Islam menyetujui sistem demokrasi parlementer yang dianggapnya sebagai demokrasi borjuis itu. Agaknya ia berharap Islam mempunyai konsep sendiri mengenai demokrasi yang mengarah kepada gagasan demokrasi terpimpin , yang kira-kira demokrasi yang berdasarkan permusyawaratan daripada berdasarkan kebebasan yang memberi peluang bagi tumbuhnya kapitalisme itu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di dalam spektrum kepemimpinan Islam di Indonesia, Bung Karno menduduki posisi yang unik. Ia menyumbang kan pemikiran-pemikiran Islam dengan analisis ilmu-ilmu sosial modern yang tidak dilakukan oleh pemimpin Islam manapun. Jika seandainya tidak ada orang seperti Bung Karno di kalangan umat Islam, seorang Bung Karno perlu ditemukan, separti kata-kata Paul Samualton terhadap Milton Friedman, bahwa seorang seperti dia should be invented. Karena itu diskusi ini sebenarnya dimaksudkan untuk melakukan rediscovery mengenai Bung Karno sebagai pemikir Islam yang orisinal. Dan bukannya kontroversial. Upaya ini merupakan argumen bahwa Bung Karno bukanlah seorang sikretis, melainkan seorang penganut agama tauhid yang murni, sebagai-mana ia mengidentifikasikan dirinya sebagai MuhammadiyAH</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-52160849347264312422011-10-15T09:42:00.000-07:002011-10-15T09:42:02.657-07:00042. AKU BUKAN SANTRI, TAPI AKU MUSLIM SEJATI<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-142.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-1021 aligncenter" height="305" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-142.jpg?w=460&h=305" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 142" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><br />
Aku Bukan Santri, Tapi Aku Muslim Sejati</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><em><strong>Bagian: 1</strong></em></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bila seorang muslim adalah orang yang selalu memakai sarung, maka Bung Karno bukan seorang muslim.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bila seorang muslim adalah mereka yang selalu menggunakan surban, jelas Bung Karno bukan seorang muslim.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tapi apabila anda berpendapat bahwa seorang muslim adalah mereka yang menjalankan perintah Allah Swt serta menjauhi larangannya, maka dapat saya katakan bahwa Bung Karno seorang muslim yang taat beragama.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno bukan sosok seorang Islam santri. Itulah saebabnya ia tidak diakui sebagai seorang pemimpin Islam. Bung Karno tak kalah banyaknya menulis tentang Islam, bahkan ia lebih banyak menulis dan berpidato mengenai Islam, yang mengeluarkan pemikiran-pemikiran keislaman, katimbang Dr. Sukiman yang justru lebih banyak berbicara mengenai nasionalisme Indonesia. Karena itu dari sudut sejarah perlu dipertambangkan kembali kedudukan Bung Karno sebagai, paling tidak, seorang pemikir Muslim, yang turut menyumbang, secara cukup berarti, dalam wacana keislaman. Bahkan Bung Karno boleh di bidang telah berjasa sangat besar dalam da’wah Islam.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tidak banyak yang tahu, bahwa Bung Karno, adalah orang kunci dalam berdirinya Masjid Salman di kampus ITB. Pada suatu waktu, panitia pendirian masjid Salman pada tahun 1960-an, telah gagal menempatkan pembangunan masjid tersebut di dalam kampus. Tapi tiba-tiba Bung Karno menanyakan status rencana pembangunan tersebut dan menanyakan pula gambarnya dan memanggil panitia pembangunan. Setelah berdiskusi dan memberi komentar, maka ia menulis dalam rancana itu aku namakan masjid ini Masjid Salman, dengan inisial Soek.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Itu berarti Bung Karno selaku Presiden RI, telah menyetui pendirian sebuah masjid di kampus. Padahal, pihak rektorat telah menolaknya yang meminta agar masjid tersebut dibangun di luar kampus. Dengan demikian, maka Salman adalah masjid kampus di universitas negeri yang pertama di Indonesia, yang baru kemudian diikuti dengan berdirinya masjid Arief Rahman Hakim, di kampus UI, Salemba, masjid Salahuddin, di kampus UGM atau masjid Raden Patah, di kampus Universitas Brawijaya. Selanjutnya pendirian masjid kampus itu diikuti oleh hampir semua universitas yang memiliki kampus. Masjid model Salman ini mengikuti visi masjid modern yang tidak saja merupakan pusat ibadah (tempat sholat saja), tetepi juga pusat kebudayaan dan kegiatan da’wah di ka langan terpelajar, khususnya mahasiswa.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pemberian nama Salman tidak pula sembarangan. Ini mencerminkan pengetahuan Bung Karno mengenai Islam. Dalam sejarah Islam, sahabat Salman dari Parsi, dianggap sebagai seorang arsitek, yang mengusulkan dan memimpin pembangunan benteng berupa parit dalam Perang Chandaq (Perang Parit). Interpretrasi historis terhadap tokoh Salman ini diterima oleh kalangan cendekiawan maupun ulama dan menjadi interpretrasi populer yang diucapkan dalam ceramah-ceramah dan khutbah-khutbah jum’at dalam wacana da’wah. Sejak munculnya nama Salman sebagai arsitek sahabat Nabi, maka profesi arsitek Muslim diakui dan menjadi populer. Pola arsi-tektur masjid modern, juga berkembang, walaupun juga berkat kreativitas Ir. Noekman, yang sangat dikenal sebagai arsitek Muslim dari Masjid Salman ITB. Dalam kaitan ini, tidak bisa dilupakan, bahkan Bung Karno sen diri adalah seorang arsitek.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tapi jasa Bung Karno sebagai pemikir budaya tidak sampai di situ. Ia menerima pula ide Haji Agus Salim, yang dijulukinya The Grand Old Man,julukan itu juga diterima dan menjadi populer dalam wacana gerakan Islam di Indonesia , walaupun Haji Agus Salim pernah memberikan kritik tajam terhadap gagasan nasionalisme Bung Karno, untuk membangun Masjid Baitul Rahim, sebuah masjid di halaman istana negara dengan arsitektur yang indah, yang seringkali dibandingkan dengan gereja. Visi Bung Karno tentang masjid mencapai puncaknya dengan pendirian masjid Istiqlal, yang merupakan pengakuan terhadap jasa umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan, karena Istiqlal artinya adalah kemerdekaan, yang arsteknya adalah seorang Nasrani, Ir. Silaban. Itu semua mencerminkan pandangan keagamaan Bung Karno yang luas dan terbuka. Sulit menemukan pandangan seorang pemikir Muslim yang se liberal Bung Karno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Namun demikian, Bung Karno tetap saja tidak diakui sebagai seorang pemimpin Islam atau pemimpin umat Islam dan juga tidak diakui sebagai seorang pemikir Islam. Atau dalam rumusan yang lebih kena, seperti kata Bambang Noorsena, para pengritiknya dari kalangan politisi Islam, meragukan kemurnian keislaman Bung Karno. Syed Husein Alatas, seorang sosiolog Malaysia, yang lama mengajar di Universitas Singapore, pernah menulis buku tentang Islam dan Kita, dan dalam buku itu ia menampilkan empat tokoh nasional Indonesia dan kaitannya dengan Islam. Di situ ia menyebut Bung Karno sebagai seorang pemimpin Muslim namun tidak memiliki komitmen perjuangan Islam dan bahkan secara politis menantang Islam. Tokoh yang disebutnya pemimpin Islam yang ideal adalah Syafruddin Prawiranegara, seorang terpelajar yang mempunyai pemikiran tentang Islam dan memiliki komitmen pula terhadap gerakan dan politik Islam. Ada dua orang tokoh lagi yang ia bahas, yaitu Sutan Syahrir dan Tan Malaka. Syahrir adalah seorang yang lahir dari keluarga Muslim di Minangkabau, tempat kelahiran banyak pemimpin Islam, antara lain Haji Agus Salim dan Mohammad Natsir, tetapi ia ketika telah menjadi pemimpin telah tercerabut (uprooted) dari lingkungan masyarakatnya dan menjadi tak acuh (indefferent) ter-hadap Islam. Sedang Tan Malaka adalah seorang yang masih mengaku Muslim, mempunyai pengetahuan dan pemi-kiran menganai Islam, tetapi pada dasarnya ia adalah seorang komunis yang ingin memperalat Islam dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan perjuangan komunisme di Indonesia.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno, sebagai seorang Muslim adalah kebalikan dari Syahrir. Ia memang berasal dari keluarga abangan dan baru pada umur 18 tahun berkenalan dengan Islam. Namun kemudian ia berkembang menjadi seorang Muslim, walaupun belum bisa atau mungkin juga tidak mau disebut santri. Walupun begitu, orang seperti A. Hassan atau Mohammad Natsir, tidak meragukann keyakinannya terhadap Islam. Barangkali ia tepat disebut sebagai seorang muslim marginal.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ada beberapa faktor yang membentuk persepsi orang terhadap Bung Karno. Pertama ia dianggap memiliki latar belakang dan masih dipengaruhi agama Hindu dan Buddha, atau mungkin masih dipengaruhi oleh apa yang disebut oleh antropolog Clifford Geertz, agama Jawa. Ajaran pewayangan masdih nampak mempengaruhinya, walaupun ia adalah seorang yang mendapatkan pendidikan modern Barat. Kedua, ia sering menyatakan dirinya sebagai penganut Marxisme atau paling tidak mempergunakan (sebagian) teori Marxis dalam analisis-analisis nya Dalam suatu rekaman wawancara yang diberi judul Tabir adalah lambang Perbudan (Panji Islam, 1939), ia pernah berkata dengan bangga:<br />
Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Pernyataan ini sangat berani, karena pengakuannya itu dikeluarkan justru ketika ia sedang berebicara mengenai Islam , khususnya pandangan Islam mengenai perempuan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Satu hal yang tidak bias kita abaikan adalah Bung Karno mendapatkan gelar doktor honoris causa di bidang tauhid, oleh sebuah lembaga pendidikan agama yang prestisius, IAIN Syarif Hidayatullah, bahkan juga mendapat gelar honoris causa di bidang filsafat oleh Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Gelar itu tidak mungkin diberikan oleh sebuah universitas Islam seperti Al Azhar, jika lembaga itu meragukan iman Bung Karno dalam ketauhidan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pada waktu muda, Bung Karno pernah menjadi anggota Sarekat islam dan Partai Sarekat Islam. Memang ia kemudian keluar dari partai itu dan mendirikan sendiri PNI bersama-sama dengan kawan-kawan nasionalis yang sepaham yang menganut aliran nasionalis sekuler. Tapi ia tetap mempertahankan citranya sebagai seorang Muslim, antara lain dengan bergabung dengan Muhammadiyah, sebuah organisasi yang berfaham tauhid keras (hard tauhid). Ia bahkan aktif sebagai anggota pengurus lokal, ketika berada dalam pembuangannya di Berkulu. Sebagai anggota dan aktivis Muhyammadiyah, Bung Karno pernah mengeluarkan semboyan yang kemudian menjadi sangat populer dan menjadi semboyan semua anggota Muhammadiyah, yaitu Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah. Konon ia pernah berwasiat, jika meninggal dunia, ia diusung dalam keranda yang di-tutup dengan bendera Muhammadiyah. Soekarno muda memang banyak berkenalan dan dipengaruhi oleh Islam aliran Persatuan Islam yang diasuh oleh A. Hassan, dimana seorang pemimpin Islam terkemuka, Mohammad Natsir dididik. Ia pernah pula mengaku tertarik dan belajar banyak dari pemikiran Ahmadiyah. Tapi pilihan ter-akhirnya adalah Muhammadiyah yang beraliran sebersih-bersih tauhid.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Bung Karno mulai belajar Islam secara serius, ketika ia meringkuk di penjara sukamiskin, Bandung, dari mana ia membaca terbitan-terbitan Persatuan Islam, yang kini mungkin disebut sebagai aliran fundamentalisme Islam, sebagaimana Al Islam, Solo, dimana M. Amien Rais pernah lama belajar. Kegiatan belajarnya makin intensif ketika ia berdiam di Endeh, Flores. Di situ dan pada waktu itulah ia berkorespondensi dengan A. Hassan, pemimpin lembaga pendidikan Persatuan Islam yang mula-mula berpusat di Bandung tapi kemudian berpindah ke Bangil, Jawa Timur hingga sekarang ini yang dikenal sebagai penerbit majalah Al Mu-slimun.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tapi, sebelum masa Surat-surat dari Endeh itu, Soekarno muda sudah memiliki persepsi tentang Islam, yang agaknya ia peroleh dari guru dan sekaligus mertuanya, H.O.S. Tjokroaminoto. Persepsinya mengenai Islam adalah, bahwa Islam adalah sebuah agama yang sederhana, rasional dan mengandung gagasan kemajuan (idea of pro-gress) dan egaliter.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di balik perhatiannya terhadap islam sebagai ajaran, Soekarno muda sebenarnya menaruh perhatian terhadap masyarakat Islam atau kondisi umat Islam, dalam konteks kolonialisme dan imperialisme. Di samping ingin memperdalam ajaran-ajaran Islam, baik dari segi ibadah maupun siyasah (politik) dan mu’amalah (sosial-ekonomi), Soekarno menaruh perhatian terhadap aspek masyarakat dan paham-paham keagamaannya. Dalam melihat segi-segi kemasyarakatan, Soekarno yang terlibat dan memimpin pergerakan nasional dan mempelajari ilmu-ilmu sosial dan sejarah, termasuk membaca karya-karya Karl Marx, merasa kecewa dan tidak menyetujui paham-paham Islam tradisional. Soekarno muda, walaupun masih dan ingin belajar tentang Islam, namun sudah berani menyatakan pendapat-pendapatnya yang kritis.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Soekarno muda yang sangat energetik itu, menyerang doktrin taklid dan sikap menutup pintu ijtihad. Ia menantang kekolotan, ketakhayulan, bid’ah dan anti-rasionalisme yang dianut oleh masyarakat Muslim Indonesia. Ia berpendapat, bahwa Islam telah disalah-tafsirkan, karena umat Islam dan para ulamanya lebih percaya dan berpedoman kepada hadist-hadist dan pendapat ulama, dari pada berpedoman kepada al Qur’an. Ia pernah meminta kiriman buku kunpulan hadist Bukhari, karena ia mencurigai beredarnya hadist-hadist palsu yang bertentangan dengan al Qur’an. Di sini Soekarno muda sudah memasuki pemikiran kritik hadist, yang hanya baru-baru ini saja menjadi perhatian studi akademis. Pandangan Soekarno itu memang tidak baru, karena tema-tema itulah yang telah dibawa oleh gerakan Muhammadiyah yang beraliran moderbis. Karena itu, maka Soekarno muda sebenar-nya adalah penganut paham Islam modernis.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-920840078240430012011-10-15T09:39:00.001-07:002011-10-15T09:39:14.241-07:00041.MISTERI PANDANGAN MATA SANG PRESIDEN<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-265.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="size-full wp-image-982 aligncenter" height="550" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-265.jpg?w=460&h=550" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="tonys file 265" width="460" /></a></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong><br />
Misteri Pandangan Mata Sang Presiden</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Makna pandangan pertama BK tak dapat ditebak. Sekadar perhatian, atau menanamkan simpati bagi perempuan yang kelak diperistrinya. Kadang-kadang, ia melakukan hal yang tak terduga. Saat Fatmawati minta pendapat pada BK tentang pinangan anak wedana terhadapnya, BK malah menjawab pinangan itu untuk dirinya sendiri. BK minta Fatmawati menolak pinangan itu, dan menjanjikan waktu enam bulan untuk ”menyelesaikan urusan” dengan Inggit Ganarsih, istri pertamanya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Hartini merasa, perhatian BK natural, tidak dibuat-buat, saat pertama kali ia bertemu dengannya di Salatiga. Ketika bersalaman, BK bertanya: rumahnya di mana, anaknya berapa, suaminya siapa. Setelah pertemuan itu, datang sepucuk surat untuk Hartini. Lewat surat-menyurat itulah, hati mereka bertaut.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Yurike Sanger tak menduga saat orang nomor satu di Indonesia kala itu menghampirinya ketika ia menjadi anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika. Barisan pemuda-pemudi berpakaian daerah sebagai pagar betis, saat Presiden Soekarno ada acara resmi dengan tamu negara.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">BK menghentikan langkahnya di depan Yurike saat berjalan menuju mobilnya. ”Siapa namamu?” ”Yurike, Pak,” jawabnya sambil tergagap. Sebelum BK pergi, ia sempat berpesan: Yurike tak boleh memakai nama berakhiran ”ke” atau ”ce”. ”Pakai Yuri saja, ya,” pesan BK. Pandangan pertama dan perhatian sangat manusiawi yang dilakukan BK itu membuat Yurike takluk ketika BK meminangnya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Banyak hal yang membuat para istri dan mantan istri BK menilai BK adalah suami dan bapak yang bertanggung jawab. Sikapnya penuh perhatian, telaten, dan tak pilih kasih. ”Bapak telaten dan penuh perhatian pada semua istrinya. Kita ndak dibeda-bedakan,” kata Hartini. Setiap Jumat sampai Minggu, BK menyempatkan diri berkunjung ke Bogor, tempat Hartini dan kedua anaknya tinggal di pavilyun Istana Bogor.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">”Ia tahu dan menghormati kewajibannya,” kata Yurike. Meskipun, hal itu kadang menjengkelkannya. Maklum, BK punya kebiasaan harus kembali ke Istana Merdeka pagi-pagi sekali, sehabis menginap di rumahnya, di Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Kadang-kadang, BK pergi dengan tergesa dan tak sempat cuci muka.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Semua itu dilakukan agar di mata anak-anaknya, BK tetap menjadi seorang bapak yang penuh perhatian. ”Bung Karno harus mencium anak-anaknya satu per satu sebelum mereka berangkat ke sekolah. Mengecek pekerjaan rumah dan memeriksanya dengan teliti,” tutur Yurike.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Untuk urusan sekolah anak-anak, BK selalu turun tangan. ”Semua rapor anak-anak, Bapak sendiri yang neken,” kata Hartini. Bukan itu saja, jika ada pelajaran yang jelek nilainya, BK turun tangan memberikan penjelasan langsung.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Tanggung jawabnya yang tinggi itu membuat semua istri dan mantan istri BK menaruh hormat kepada sang suami. Dalam sejarah hidup BK, ada delapan wanita yang pernah menjadi istrinya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ketika masih mahasiswa, BK dijodohkan dengan Utari, putri pendiri Sarekat Islam (SI), H.O.S. Tjokroaminoto. Saat itu, BK mondok di rumah Haji Sanusi, yang kebetulan aktivis SI, di Bandung.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dalam perjalanannya, hubungan mereka lebih sebagai kakak beradik. BK justru lebih dekat dengan Inggit Ganarsih, istri Haji Sanusi. Jalinan hubungan itu makin serius, yang mendorong mereka berterus terang kepada Haji Sanusi dan Tjokroaminoto.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Utari akhirnya dikembalikan kepada orangtuanya oleh BK, dalam keadaan masih gadis. Sementara itu, Inggit –yang lebih tua 12 tahun dari BK– dinikahi setelah masa idah cerainya dari Haji Sanusi selesai, pada 1923.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Biaya studi Kusno –begitu panggilan Inggit terhadap BK– setelah menikah dengan Inggit, ditanggung Inggit sampai ia mendapat gelar insinyur pada 1926. Inggit berperan besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan yang dilakukan BK.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Saat BK dipenjarakan di Sukamiskin, karena kegiatan politik, Inggit setia menemani dan menunggu sampai masa hukumannya habis. Karena hanya dia yang boleh menjenguk BK di penjara, otomatis Inggit yang menjadi penghubung antara suaminya dan para pejuang lain, secara sembunyi-sembunyi.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Untuk menulis pesan BK, Inggit menggunakan kertas rokok lintingan. Ketika itu, Inggit memang berjualan rokok buatan sendiri. Rokok yang diikat dengan benang merah hanya dijual kepada para pejuang, di dalamnya berisi pesan-pesan BK.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Hal yang sama juga dilakukan saat BK diasingkan di Ende, Flores (1934), hingga ia dipindah ke Bengkulu (1938). Inggit bisa membesarkan hati BK, memberikan dorongan semangat, membagi suka-duka. Tak mengherankan jika di depan peserta Kongres Indonesia Raya di Surabaya (1932), Soekarno menjuluki Inggit sebagai ”Srikandi Indonesia”.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Meski pernikahan Inggit dengan BK tidak diakaruniai anak, mereka memiliki dua anak angkat: Ratna Djuami dan Kartika. Inggit akhirnya diceraikan BK pada 1942. Alasannya, ia tak mau dimadu, ketika Soekarno mengajukan permohonan menikah dengan Fatimah alias Fatmawati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Fatmawati adalah anak tunggal pasangan Hassan Din dan Siti Khatidjah, yang saat di Bengkulu mondok di rumah BK. Usianya masih 15 tahun, dan menjadi teman sekolah kedua anak angkat BK dan Inggit di sekolah Katolik, Rooms-Katholik Vakschool.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Alasan ketertarikan BK pada Fatmawati, salah satunya, adalah ingin mendapatkan keturunan setelah 18 tahun menikah tidak dikaruniai putra. Fatmawati menyetujuinya asalkan tidak dimadu. Bahkan, ia akan menerima BK jika sudah menceraikan Inggit secara baik-baik.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Untuk urusan itu, BK meminta pendapat dari rekan seperjuangannya, Bung Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Mas Mansyur. Pada 1943, BK menikah dengan Fatmawati secara wali. Saat itu, usia Fatmawati 19 tahun, dan Soekarno 41 tahun. Nama Fatmawati adalah pemberian BK, yang berarti bunga teratai.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Fatmawati banyak menenami BK sejak menjelang proklamasi kemerdekaan. Ketika BK dan Bung Hatta diculik ke Rengasdengklok, ia menyertainya bersama Guntur yang masih bayi. Di masa kemerdekaan, Fatmawati menjadi ibu negara. Setelah pengakuan kedaulatan RI, keluarga BK tinggal di Jakarta, menempati Istana Merdeka. Dari pernikahan itu, terlahir lima anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kisah Hartini yang dinikahi BK pada Januari 1952 agak berbeda dari istri sebelumnya. Ia bersedia dimadu. Hartini memutuskan menikah dengan BK setelah mendapat restu dari kedua orangtuanya. ”Kata orangtua saya, dimadu itu abot (berat), biarpun oleh raja atau presiden,” kata Hartini menirukan nasihat orangtuanya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sebelum dinikahi, Hartini mengajukan syarat agar Ibu Fatmawati tidak diceraikan dan tetap menjadi first lady. ”Saya tidak mau Ibu Fat diceraikan, karena kami sama-sama wanita,” kata Hartini, yang melahirkan dua anak dari BK: Taufan (almarhum) dan Bayu.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ratna Dewi Soekarno, atau Dewi Soekarno, 61 tahun, dikenalkan pada BK karena adanya latar politik bisnis. Pertemuan terjadi pada Juni 1959, ketika Bung Karno mengunjungi kelab malam Copacabana di Tokyo. Dewi, nama aslinya Naoko Nemoto, bekerja sebagai penyanyi di kelab malam tersebut. Saat itu usianya masih 19 tahun. Ia menyanyikan Bengawan Solo saat menyambut BK.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dengan dicomblangi Masao Kubo, Direktur Utama Tonichi Inc, hubungan mereka berlanjut sampai ke pelaminan, 3 Maret 1962. Berkat peran Dewi itulah, Tonichi mendapat banyak proyek dari Pemerintah RI.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Kehadiran Dewi mampu menyisihkan Sakiko Kanase, yang lebih dulu diperkenalkan kepada BK oleh perusahaan Kinoshita. Sakiko, yang sempat masuk Islam dan berganti nama menjadi Saliku Maisaroh, kecewa dan bunuh diri, tiga minggu setelah Dewi menikah dengan BK.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Dewi, yang belakangan pernah menghebohkan dengan buku Madamme D’Syuga, pada awalnya kurang mendapat simpati di kalangan putra-putri BK. Guntur, misalnya, memelesetkan nama Dewi menjadi ”Deweh”. Dan ia menjuluki istri-istri BK, selain Fatmawati, sebagai ”hinul-hinul markindul”.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di sisi lain, Dewi sangat berbakat di bidang politik. Dialah yang merekatkan hubungan BK yang retak dengan militer pasca-G-30-S/PKI. Dewi berupaya mengakrabkan kembali Soekarno dengan Jenderal Soeharto, dan Jenderal Nasution. Dengan BK, Dewi dianugerahi satu putri, Kartika Sari Dewi Soekarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Pernikahan BK dengan Haryati tidak banyak terekspose. Ia tidak begitu menonjol dibandingkan dengan istri-istri BK lainnya. Pada 1980-an, namanya mencuat saat berperkara soal tanah hadiah dari BK di Jalan Comal, Surabaya. Atau, saat ia kehilangan kancing-kancing baju dan sekaligus beberapa baju peninggalan BK. Setelah bercerai dengan BK, Haryati menikah dengan Sakri. Dari pernikahannya dengan BK, ia dikaruniai satu putri, Ayu Gembirowati.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Yurike Sanger, atau Yuri, adalah istri terakhir dan termuda BK. Saat dinikahi, usianya baru sweet seventeen, dan masih kelas II SMA. Anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika itu pada dasarnya seorang yang minder dan pemalu. Ia justru menjadi percaya diri setelah sering diajak ngobrol oleh BK. ”Hanya orang minder sajalah yang tidak berani menghadapi, dan melarikan diri dari persoalan yang menghadangnya,” kata Yurike menirukan pesan BK.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">”Kalau saya tidak menerima tawaran Ibu Lia untuk menjadi Barisan Bhinneka Tunggal Ika, tak mungkin saya bisa bertemu dan hidup bersama dengan Bung Karno,” tuturnya. Yuri mengaku cepat dewasa dalam berpikir, karena BK banyak mengajari berbagai hal, termasuk bagaimana harus menempatkan diri.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Sekarang, genap satu abad lahirnya Bung Karno. Rangkaian seremoni disiapkan untuk menggelar gawe besar itu. Hartini, salah satu istri BK yang masih hidup, mengaku terharu mendengar akan digelarnya acara tersebut. ”Saya merasa terharu, dan senang,” kata penggemar warna ”hijau botol” itu. ”Saya ingat saat-saat terakhir Bapak. Dikucilkan. Hanya boleh ketemu sama keluarganya, dan dokter saja.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di usianya yang 77 tahun, Hartini kini menghabiskan waktunya dengan aktivitas yang ringan. ”Kegiatan saya sehari-hari, ya, ngebon (berkebun), ngaji, baca koran, menata rumah, arisan, kadang belanja. Itu saja. Nggak neko-neko (aneh-aneh).” Hidupnya sangat sederhana. Sebagai janda presiden, ia mendapat tunjangan pensiun dari pemerintah. Jumlahnya? Ia tak mau menyebut angka. ”Ya, kalau jujur, tidak cukup untuk kebutuhan rumah tangga. Tapi, saya selalu berupaya agar bisa membayar rekening listrik, telepon, pembantu….”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Ketika ditanya tentang pengalamannya yang paling berkesan bersama BK, wanita yang tidak berkebaya sejak BK meninggal itu menuturkan, ”Selama mendampingi Bapak, seluruh hidup saya sangat berkesan. Makanya, saya sangat berterima kasih, Allah telah menunjuk saya mendampingi Bapak sampai akhir hayatnya,” katanya dengan suara serak dan mata berkaca-kaca.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-24581617762502774102011-10-15T09:37:00.000-07:002011-10-15T09:37:11.216-07:00040. LELAKI HOMO DAN BUNG KARNO<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"></span><br />
<div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/tony-120.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignnone size-full wp-image-785" height="305" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2009/12/tony-120.jpg?w=460&h=305" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px;" title="tony 120" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kehidupan dalam penjara terkadang berdampak sangat luas, terutama dari sisi kejiwaan seseorang. Pola hidup dan pergaulan di dalam penjara seakan menjadi hantu gentayangan bagi mereka yang terancam untuk mesuk dunia tersebut. Maka tak heran bila terkadang jutaan dana rela dilepaskan untuk menghindarkan diri dari kehidupan dalam penjara.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kehidupan dalam kurungan, bisa menghancurkan, bahkan merobek-robek orientasi seksual seseorang. Tidak jarang kita mendengar berita dan cerita dari balik tembok penjara, ihwal maraknya praktek homoseksual, praktek percintaan sesama kelamin, pria dengan lelaki. Lelaki dengan pria.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bung Karno merekam dengan baik kehidupan di balik tembok penjara Sukamiskin di Bandung. Termasuk praktek homoseksual yang terjadi di dalamnya. Bung Karno mengenal betul seorang narapidana berkebangsaan Belanda. Dalam otobiografinya, Bung Karno tidak menyebut nama, ia hanya menggambarkan, pria itu berambut keriting, berdada bidang.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ia, diketahui masuk-keluar penjara karena sebab yang sama: Mencabuli pemuda-pemuda bumiputera, alias pribumi. Terakhir, ia kembali masuk sel dengan vonis empat tahun penjara. Padahal, belum lama ia menghirup udara bebas. Tapi itulah, orientasi homoseksual memang menyebabkan ia terus berpetualang mencari mangsa.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Sebelum dikirim kembali ke penjara, ia ditangkap polisi Belanda karena mencabuli sejumlah lelaki pribumi sekaligus. Entah apa yang ada di benaknya, tapi ia sungguh ceroboh. Bayangkan, sebagai lelaki bule, ia menonton bioskop di antara deretan kursi bumiputera. Di sekelilingnya adalah pemuda-pemuda bumiputera para calon mangsanya.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Ketika ia dikirim kembali ke bui, tak ada sedikit pun raut penyesalan. Seperti halnya para narapidana lain, maka ia pun mendapat tugas kerja di siang hari. Di antara sekian jenis pekerjaan, ia selalu menghendaki pekerjaan yang bisa berhimpit-himpitan dengan sesama napi pria. Sebaliknya, ia bisa menangis menjerit-jerit dan memohon-mohon untuk tidak ditempatkan di ruang kerja bagian obat. Sebab, di sana tidak ada siapa pun… sepi orang.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Alkisah, lelaki homo berambut keriting itu ditempatkan dalam sel di bawah Sukarno. Di sini, ia seperti mendapat “incaran” baru, pria tampan, muda pula. Tidak terlalu lama berbasa-basi, sebelum akhirnya pria bule itu mengajak bercinta Sukarno.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam kesempatan yang sepi, Bung Karno melampiaskan keingintahuannya, “Kenapa?” tanya Bung Karno, “Kenapa engkau mau bercinta denganku?”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dan dia menjawab, “Karena di sini tidak ada perempuan.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bung Karno pun mengangguk. Sampai pada jawaban itu, Bung Karno masih menemukan titik kewajaran pada diri seorang pria. Kemudian, Bung Karno pun berujar, “Memang benar. Aku sendiri juga menginginkan kawan perempuan (di sel ini), tapi bagaimana bisa?!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Lelaki homo itu menimpali, “Yah… apalah perempuan itu kalau dibandingkan dengan lelaki?”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Bung Karno pun meradang, “Oooh… Kau sakit!”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Kisah Bung karno dan seorang lelaki homo sering mengundang tawa dan rasa sedih Bung Karno. Walaupun beberapa tahun kemudian Bung Karno telah menjadi orang pertama di negeri ini.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2568622689542208702.post-87660283178721182382011-10-15T09:23:00.001-07:002011-10-15T09:31:08.734-07:00039. LAHIRNYA DEMOKRASI TERPIMPIN<span class="Apple-style-span" style="background-color: #eeeeee; font-family: Verdana, Arial; font-size: 12px; line-height: 18px;"><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><a href="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-1141.jpg" style="color: #cc0000; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-898" height="610" src="http://penasoekarno.files.wordpress.com/2010/09/tonys-file-1141.jpg?w=460&h=610" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; display: block; margin-left: auto; margin-right: auto;" title="TONY'S FILE 114" width="460" /></a></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: center;"><strong>LAHIRNYA DEMOKRASI TERPIMPIN</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong>PENDAHULUAN</strong><br />
Manusia manjadi pemangsa bagi manusia yang lain, sepsrti itu ditulis Thomas Hobbes dalam bukunya yang diberinya judul “leviathan”. Begitulah nasib yang di alami bangsa kita Indonesia. Mana kala segala kekejian seberat bumi dan langit di timpakan penjajah pada punggung Ibu pertiwi dan pendahulu-pendahulu kita.<br />
Sejarah panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 dengan keputusan rakyat Indonesia sendiri setelah kemerdekaan yang dijanjikan jepang tak kunjung datang. Sejarahpun berlanjut, tiga sistem politik yang berbeda, masing masing mengatasnamakan “Demokrasi” telah di coba di tegakkan selama lebih kurang setengah abad terakhir.<br />
Segera setelah Indonesia merdeka, Indonesia mencoba sistem Demokrasi parlementer yang di kemudian hari dianggap terlalu “Liberal”, kemudian menjelang dekade 1950 an dicoba pula sistem politik dengan nama demokrasi terpimpin, yang ternyata bukan saja tidak Demokratis, melainkan dinilai cendrung mengarah kepada sistem Otoriterianisme, pada kurun waktu terpanjang sesudah itu di Indonesia diberlakukan “Demokrasi pancasila” di bawah orde Baru, yang berakhir pada tahun 1998,dan yang melahirkan Revormasi.<br />
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang “Demokrasi Terpimpin di Indonesia” dan mudah-mudahan tidak lari jauh dari konteks sejarahnya. Dan dalam metode penulisan makalah ini penulis berusaha bersikap netral.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong>PEMBAHASAN</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong><em>A. Latar Belakang sejarah diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.</em></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Di awali dari maklumat Hatta sebagai wakil presiden waktu itu, di mana dalam maklumat tersebut menganjurkan perlunya pembentukan partai-partai, yang ternyata mendapat sambutan luas hingga pada waktu itu lebih kurang 40 partai telah lahir di Indonesia, tetapi pada kenyataannya dalam kondisi yang sedemikian, bukannya menambah suburnya sistem Demokrasi di Indonesia. Buktinya kabinet-kabinet yang ada pada waktu itu tidak pernah bertahan sampai 2 tahun penuh dan terjadi perombakan-perombakan dengan kabinet yang baru, dan bahkan menurut penilayan presiden Soekarno banyaknya partai hanya memperunyam masalah dan hanya menjadi penyebab gotok- gotokan, penyebab perpecahan bahkan dalam nada pidatonya dia menilai partai itu adalah semacam pertunjukan adu kambing yang tidak bakalan berpengaruh baik bagi Bangsa dan negara.<br />
Menurut pengamatan Soekarno Demokrasi Liberal tidak semakin mendorong Indonesia mendekati tujuan revolusi yang dicita-citakan, yakni berupa masrakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya pembangunan ekonomi sulit untuk di majukan, karena setiap fihak baik pegawai negeri dan parpol juga militer saling berebut keuntungan dengan mengorban kan yang lain.<br />
Keinginan presiden Soekarno untuk mengubur partai-partai yang ada pada waktu itu tidak jadi dilakukan, namun pembatasan terhadap partai di berlakukan, dengan membiarkan partai politik sebanyak 10 partai tetap bertahan. Yang akhirnya menambah besarnya gejolak baik dari internal partai yang di bubarkan maupun para tokoh-tokoh yang memperjuangkan “Demokrasi liberal” juga daerah-daerah tidak ketinggalan. Dan keadaan yang demikian, akhirnya meaksa Soekarno untuk menerapkan “Demokrasi terpimpin” dengan dukungan militer untuk mengambil alih kekuasaan.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong><em></em></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong><em>B. Demokrasi Terpimpin</em></strong><br />
Dalam suasana yang mengancam keutuhan teritorial sebagaimana kata Feith, dan ancaman perpecahan sebagai mana kata Soepomo, itulah muncul gagasan “Demokrasi Terpimpin” yang di lontarkan Presiden Soekarno pada bulan februari 1957. mula mula pandangan ini dicetuskan oleh partai Murba, serta Chaerul saleh dan Ahmadi.<br />
Namun gagasan tanpa perbuatan tidak terlalu berarti dibanding gagasan dan perbuatan langsung dalam usaha mewujudkan gagasan itu dan inilah yang di lakukan soekarno . Konsep Demokrasi terpimpin yang hendak membawa PKI masuk kedalam kabinet ini juga menyebut-nyebut akan di bentuknya lembaga negara baru yang ekstra konstitusional yaitu ( Dewan Nasional), yang akan di ketuai oleh soekarno sendiri yang bertugas memberi nasehat kepada kabinet maka untuk itu harus di bentuk kabinet baru yang melibatkan semua partai termasuk PKI serta di bentuk Dewan penasehat tertinggi dengan nama “Dewan Nasional” yang beranggotakan wakil-wakil seluruh golongan fungsional.<br />
Menurut Yusril Ihza mahendra, sebelum “Dewan Nasional” ini dibentuk gagasan awal tentang namanya adalah “Dewan Revolusi” (DR), namun akhirnya dinamai dengan “Dewan nasional” (DN). Dewan ini diketuai oleh presiden, namun dalam prakteknya sehari-hari diserahkan kepada Roeslan abdul gani, walaupun Dewan Nasional ini tidak ada dasarnya dalam konstitusi.-,, Artinya “Dewan Nasional ini tidak sejalan dengan konstitusi yang ada pada waktu itu. Dan peranannya memang cukup menentukan yaitu sebagai “penasihat” pemerintah yang dalam praktiknya telah menjadi semacam DPR bayangan di samping DPR hasil pemilu 1955. dan adapun Dewan Nasional yang di sebutkan diatas adalah hasil bentukan kabinet juanda yang segera terbentuk setelah sebelumnya kabinet Ali sastro amidjoyo tidak mampu bertahan lagi.<br />
Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 kabinet Juanda menyerahkan mandatnya kepada presiden melalui pemberlakuan kembali proklamasi dan UUD 1945, presiden Soekarno langsung memimpin pemerintahan bahkan bukan saja kepala negara tetapi juga kepala pemeritahan yang membentuk kabinet yang mentri-mentrinya tidak terikat kepada partai. Dan pada waktu-waktu inilah Dewan Nasional itu mulai di gagas.<br />
Pembentukan Dewan Nasional ini, berdasarkan atas (SOB) atau amanat keadaan darurat dan bahaya perang yang di umumkan oleh presiden soekarno sebelum terbentuknya kabinet Juanda itu, mengingat Indonesia di hari-hari itu memang dalam keadaan genting dan potensi kionflik yang lebih besar segera mengancam keutuhan NKRI. Salah satunya dengan terjadinya gejolak ingin memisahkan diri beberapa Daerah dari NKRI.<br />
Dalam kurun waktu yang kian genting pada kenyataan sejarah waktu-waktu itu, dan dengan terbentyknya PRRI di Padang di tambah dengan pulangnya pimpinan-pimpinan Masyumi dari jakarta menuju padang, karena waktu itu di jakarta mereka merasa kurang aman dari fihak-fihak yang kontra dengan mereka serta sekaligus berencana memantapkan pemerintahan revolusioner yang mereka cita-citakan dengan mengangkat “Syafruddin parawiranegara” sebagai mentrinya,(beliau juga pernah menjadi pemangku jabatan Pemimpin pemerintahan darurat Republik indonesia (PDRI) bi bukit tinggi, beliau sebenarnya putera kelahiran Banten tapi ayahnya berasal dari Sumatera Barat)Pen. Dan PRRI ini segera mendapat sambutan hangat di indonesia bagian timur, aceh, dan Indonesia tengah yang telah terlebih dahulu mengusahakan perjuangan melalui DI/TII yang terkenal itu. Walaupun pada akhirnya usaha ingin memisahkan diri, yang di upayakan berbagai daerah ini berhasil ditumpas.<br />
Sementara kegentingan demi kegentingan yang terjadi, sukarno sebagai seorang organisator dan sekaligus pengagum persatuan dan kesatuan, tidak tinggal diam dan tidak kehabisan akal.<br />
Soekarno melakukan upaya dengan menggandeng 2 kekuatan besar dan yang paling bagus organisasinya dan paling potensial di indonesia pada waktu itu, yaitu PKI dan AD atau militer. Walaupun pada kenyataannya kedua kekuatan ini selalu prodan kontra antara satu sama lain, namun bisajinak ditangan seorang politikus kaliber soekarno.<br />
Mula-mula 2 kekuatan ini di manfaatkannya pada isu imperialisme dan kapitalisme yang masih mengancam Indonesia, berhubung pada waktu itu Irian Barat masih dikuasai oleh penjajah dan isu ini di pakai soekarno untuk mengamanatkan agar Irian barat selekas-lekasnya dapat di bebaskan serta upaya untuk mengembalikan indonesia dalam posisi pemerintahan secara utuh.<br />
Dalam teorinya dapat kita baca bahwa: soekarno, membutuhkan PKI kasrena merasa terancam akan Kudeta yang di lakukan Militer padawaktu itu atau AD pada khususnya sebagai kekuatan potensial yang sewaktu-waktu dapat merong-rong Soekarno dari tampuk pimpinan. Dan di samping itu menurut Afan ghafar soekarno memiliki agenda sendiri.<br />
Dalam hubungannya dengan PNI, yang merupakan partai binaannya sejak awal, untuk sementara waktu soekarno keluar dari PNIdahulu, Karaena beliau tahu pasti kalau pengikut PNI sesungguhnya sudah ditangannya. Dan dia merangkul kekuatan PKI sebagai kekuatan yang menentukan massanya di Indonesia pada waktu itu, ketika soekarno telah mendapatkan PKI sebagai kekuatan besar, maka otomatis kekuatan yang lain dari PNI partainya yang disebutkan diatas menggabungkan diri dengan PKI walaupun ada juga yang tidak bergabung. Namun pada akhirnya gabungan kedua partai tersebut terbentuk menjadi masa yang besar dan siap untuk di mobilisasi.<br />
Sedangkan apabila kita lanjutkan analisisnya, antara PKI dan AD yang sering berbeda pendapat sewaktu-waktu dapat di adu kekuatannya dan soekarno jadi wasitnya.<br />
Sementara itu menurut keterangan yusril Ihza Mahendra, sejalan dengan gagasan “Demokrasi Terpimpin” Kalangan tentara di bawah pimpinan Mayjend Abdul Haris Nasution, aktif berkampanye tentang perlunya kembali ke undang-undang 1945. nilai-nilai dan semangat demiukian menurut A.H. Nasution akan tetap terpelihara jika negara kembali kepada UUD dan dan proklamasi, yakni UUD 1945. ide soekarno ini tampaknya bertemu dengan Ide soekarno dalam rangka menerapkan demokrasi Terpimpin. Sebab menurut Yusril, demokrasi semacam itu memang menghendaki adanya pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sementara UUD 1945 memungkinkan perwujudan hal itu, (maksudnya sebelum di amandemen karena buku yang penulis kutip dari buku karangan 1996.) sebaliknya, jika menunggu konstituante menyelesaikan tugasnya memnyusun Undang-Undang yang baru belum tentu isinya sama dengan gagasan demokrasi terpimpin tadi. Dan gabungan ide Soekarno dan A.H. Nasution ini disampaikan kesidang Dewan Nasional dan dewan berpendapat bahwa gagasan Demokrasi terpimpin dapat terlaksana jika dikembalikan kepada UUD 1945. kemudian di bawa kerapat kabinet dan didalam rapat itu juga disetujui tentang Gagasan Demokrasi Terpimpin tersebut. Dalam sidang kabinet tesebut di hadiri oleh Idcham Chalid seorang tokoh NU, beliau tidak memberikan komentar apa-apa terhadap usulan Dewan Nasional sehingga perdana mentri Juanda padawaktu itu mengira bahwa NU setuju dengan gagasan itu.<br />
Keputusan Dewan Mentri tersebut disampaikan perdana mentri Juanda, kepada sidang paripurna DPR, yang berjudul “ Putusan Dewan Mentri mengenai pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945”.<br />
Dalam keterangan itu PM. Juanda mengatakan sbb: untuk mendekati hasrat golongan Islam, berhubung dengan penyelesayan dan pemeliharaan keamanan, di akui adanya piagam Jakarta tertanggal 22 juni 1945 sebagai dokumen historis. Dengan kembali ke UUD 1945, tambahnya , pelaksanaan Demokrasi Terpimpin akan lebih terjamin, disamping akan mampu mengembalikan seluruh ptensi nasional” termasuk golongan Islam”. Guna” di putuskan kepada penyelesayan keamanan dan pembangunan di seluruh bidang.”</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong><em></em></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong><em>C. Demokrasi Terpimpin Ditinjau dari Demokrasi Moderen</em></strong>.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;">Dalam Priode Demokrasi terpimpin pemikiran Demokrasi ala Barat banyak di tingalkan bahkan lebih nampak gambarannya manakala Demokrasi parlementer sebelumnya berkuasa di indonesia karena mengacu pada latar belakang pendidikan penggagasnya, yaitu yang pernah sekolah di luar negeri seperti Drs. M.Hatta dan Syahrir,walaupun gagasannya tidak 100% persis barat karena di sana sini berhubungan juga dengan islam,Nasionalis dan Lokal.<br />
Soekarno sebagai pemimpin tertinggi pada era Demokrasi terpimpin menyatakan bahwa Demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian BI, prosedur pemungutan suara, dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan sebagai tidak efektif dan kemudian Soekarno memperkenalkan dengan apa yang di sebut dengan”Musyawarah untuk mufakat”<br />
Banyaknya partai politik oleh bung karno adalah penyebab tidak adanya pencapayan hasil dan sulit dicapai kataq sepakat karena terlalubanyak berdebat atau bersitegang urat leher.<br />
Dari kacamata demokrasi moderen Kita menyaksikan semuanya di rubah,semua berubah,dan semua kelihatan berganti dan semua diganti tapi sesungguhnya tidak ada yang berganti dan berubah, yang pada hari ini semua serba mudah dan terkesan di mudahkan dan hampir kebablasan.Memang Demokrasi Terpimpin agak terasa asing Namun apa yang terjadi dimasalalu karena kehendak waktu dan peristiwa menginginkan demikian pada hari-hari itu, Dimana ketika kita dihadapkan kepada dua pilihan yakni: apakah kita mau di gembleng untuk sementara waktu demi sejarah yang mengoyak ngoyak bangsa selama-beberapa lamanya, ataukah kita siap bercerai berai dari kesatuan Negara Republik Indonesia yang artinya kita semakin lemah?.</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px;"><strong><em></em></strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong><em>D.Konsep Nasakom Dalam Demokrasi Terpimpin.</em></strong><br />
Bung Karno sampai dengan akhir hayatnya tetap bertahan terhadap ide Nasakom yang mengatakan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada saat itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu: golongan yang berideologi nasionalis, golongan yang berideologi dengan latar belakang agama, dan golongan yang berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan kekuatan yang diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah bangsa secara bersama-sama.<br />
Apakah dengan punya ide Nasakom tersebut bisa dikatakan bahwa Bung Karno adalah seorang Marxis yang lebih dekat dengan golongan komunis pada saat itu? Setiap orang boleh punya persepsi dan pendapatnya sendiri untuk hal ini. Tapi yamg nyata Bung Karno adalah seorang Nasionalis, yang ide Nasakom semata-mata dicetuskan melihat realitas masyarakat pada saat itu demi persatuan. Indonesia menginginkan suatu kolaborasi total semua anasir bangsa dari semua golongan ideologi yang ada termasuk golongan komunis untuk berama-sama bahu membahu membangun Indonesia. Walaupun tidak bisa dipungkiri memang Bung Karno pada periode 1959-1965 sangat terlihat lebih condong memberi angin kepada golongan komunis.<br />
Barangkali juga ide Bung Karno tentang Nasakom berkaitan dengan pendapat Clifford Geertz yang dalam bukunya The Religion of Java yang membagi masyarakat Jawa dalam tiga varian: priyayi, santri, dan abangan. Yang bisa diterjemahkan priyayi adalah kaum Nasionalis, santri adalah kaum Agamis, dan abangan adalah kaum Komunis.<br />
Realitas sejarah memang berkata lain setelah terjadi peristiwa 30 September 1965 yang sampai sekarang masih menyimpan misteri dan banyak versi diceritakan dari berbagai pihak bagaimana kejadiannya sampai terjadi pembunuhan para Jendral dan PKI dituduh yang telah melakukan semua ini dan tentara melakukan pembalasan dengan menumpas PKI sampai dengan akar-akarnya.<br />
Suatu realitas yang mungkin Bung Karno tidak pernah menyangka ataupun mimpipun mungkin tidak, bahwa ada satu golongan kekuatan dalam peta politik di Indonesia yang tidak pernah terpikirkan menjadi suatu kekuatan penting dalam peta perpolitikan Indonesia yaitu kaum militer.<br />
Bung Karno walaupun bukan orang militer, selalu memakai pakaian lengkap militer Panglima Tertinggi – Jendral Bintang Lima – dengan segala atribut kebesarannya, kata beberapa analis ini adalah salah satu diplomasi model Bung Karno untuk meredam ambisi dan kekuatan militer untuk berkuasa<br />
Setelah terjadi peristiwa 30 September 1965, serta merta ide Nasakom musnah dan aneh bin ajaib kekuatan kaum komunis serta merta digantikan oleh satu kekuatan politik baru di Indonesia yaitu kaum militer. Walaupun dengan segala dalih, kaum militer tidak pernah mengakui bahwa mereka adalah satu kekuatan politik yang telah mendominasi Indonesia selama 32 tahun. Mereka selalu mengatakan bahwa militer berdiri dibelakang semua golongan.<br />
Kesimpulannnya bahwa realitas politik di Indonesia semenjak jaman kemerdekaan sampai dengan saat ini pernah ada empat golongan kekuatan politik: kaum nasionalis, kaum agamis, kaum komunis, dan kaum militer (dan motor politik pendukungnya). Masing-masing kekuatan politik pernah mengalami jaman keemasan dan juga pernah terhempas dalam kancah politik di Indonesia. Dalam realitasnya setiap golongan kekuatan politik yang pernah mendominasi kekuasaan dan menjalankan pemerintahan Republik Indonesia belum ada yang mampu mengantarkan Indonesia menuju cita-cita bangsa untuk menjadi negara yang adil, makmur dan sejahtera.<br />
. Pada awal kemerdekaan kaum nasionalis dengan motor politiknya PNI (Partai Nasional Indonesia) pernah memegang dominasi pemerintahan sampai pada sekitar tahun 1959. Setelah Bung Karno membuat dekrit pada tanggal 1 Juli 1959 untuk kembali ke UUD ’45, maka kekuasaan mutlak ada di tangan Bung Karno yang lebih memberikan angin pada kaum komunis untuk mendominasi kancah politik di Indonesia (atau terbawa oleh strategi kaum komunis) pada periode 1959 s/d 1965</div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;"><strong>KESIMPULAN</strong></div><div style="padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; text-align: justify;">Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya .<br />
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.<br />
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.<br />
NASAKOM telah menjadi NASA yang pada waktu antaranya kom-nya telah musnah dan pernah digantikan kaum militer. Memang dari empat golongan ideologi yang pernah ada di Indonesia: golongan nasionalis, golongan agamis, golongan komunis, dan golongan militer hanya golongan agamis yang belum pernah menonjol dalam menjalankan pemerintahan eksekutif. Mungkin momentumnya telah tiba, apabila memang golongan agamis bisa menunjuknan dirinya sebagai partai yang bersih, tidak terkontaminasi penyakit korupsi (masalah utama bangsa kita). Mungkin partai dengan haluan agamis akan menjadi pilihan alternatif dikarenakan partai-partai besar yang ada saat ini telah gagal mengantarkan Indonesia menjadi negara yang seperti diamanatkan pada pembukaan UUD ’45: suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.<br />
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat.</div></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/13888452316031783908noreply@blogger.com0